UB Kembangkan Limbah Pisang dan Enceng Gondok
JATIMPEDIA, Malang – Universitas Brawijaya (UB) mengembangkan pita mulsa organik dari limbah pisang, enceng gondok, dan daun paitan (Crotalaria sp) untuk mencegah pertumbuhan gulma dan mengurangi laju evaporasi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Inovasi ini dipelopori oleh Dr. Rita Parmawati, SP, ME, IPU, ASEAN Eng., seorang dosen di Fakultas Pertanian UB.
Rita Parmawati, Selasa (16/7/2024) menjelaskan, bahwa pita mulsa organik adalah teknologi pengganti mulsa plastik yang selama ini digunakan dalam pertanian. Mulsa plastik, meskipun efektif, memiliki dampak negatif terhadap lingkungan karena tidak mudah terurai dan dapat menurunkan kualitas tanah serta meningkatkan serangan hama. Sebaliknya, pita mulsa organik dari bahan alami ini akan terurai menjadi pupuk saat terkena sinar matahari, sehingga lebih ramah lingkungan.
“Mulsa plastik memiliki kelemahan seperti menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman, meningkatkan serangan hama, kontaminasi mikroplastik, genangan air, hilangnya struktur tanah, dan mengurangi aktivitas mikroorganisme tanah,” ungkap Rita. “Pita mulsa organik ini, selain ramah lingkungan, juga dapat menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi laju evaporasi hingga 40%.”
Teknologi ini akan diterapkan di Kabupaten Malaka, NTT, saat mendekati musim tanam kedua. Wilayah tersebut dipilih karena memiliki limbah pisang yang melimpah. “Kami memanfaatkan limbah pisang bersama enceng gondok dan daun paitan untuk dihancurkan, dicacah, dan dicetak menjadi lembaran selebar 25 cm,” jelasnya.
Saat ini, penerapan pita mulsa dilakukan pada skala laboratorium dan sudah tahap sosialisasi kepada Bupati Kabupaten Malaka, beberapa gabungan kelompok tani (gapoktan), dan kepala dinas di lingkungan Kabupaten Malaka. “Kami memilih Kabupaten Malaka karena data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan pertanian di daerah tersebut masih rendah. Padahal, masyarakat Kabupaten Malaka menggantungkan perekonomian dari bidang pertanian,” kata Rita.
Rita menambahkan bahwa Kabupaten Malaka juga merupakan wilayah perbatasan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rendah. “Produktivitas padi di Kabupaten Malaka dari tahun 2020 hingga 2022 mengalami penurunan. Selain itu, terdapat masalah lain seperti kesulitan pasokan benih padi, gulma, evaporasi, suhu tanah, dan sistem irigasi. Hal ini yang berusaha kami pecahkan dengan harapan produktivitas padi di tahun 2024 dapat meningkat,” tambahnya.
Untuk proses penerapan pita mulsa organik di lahan seluas 10 hektar, UB bekerja sama dengan pabrik mesin PT. Widjaya Teknik Indonesia (Witech). “Kami akan ke Malaka akhir Juli ini untuk memulai proses pembuatan pita mulsa,” ungkap Rita.
Dalam upaya keberlanjutan teknologi ini, masyarakat akan diajarkan cara membuat pita mulsa organik mulai dari pengenalan bahan, mencacah, pembuatan bubur pita, pengeringan, dan pengepresan. “Kami berharap masyarakat mampu memproduksi pita mulsa organik secara mandiri,” tutupnya. (sat)