Taman Nasional Meru Betiri Kolaborasi dengan SINTAS dan BRIN untuk Monitoring Tumbuhan Langka
JATIMPEDIA, Jember – Taman Nasional Meru Betiri terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga kelestarian ekosistem, terutama spesies tumbuhan langka dan endemik yang menjadi bagian penting dari kekayaan alam di kawasan tersebut.
Pada Sabtu dan Minggu, 21-22 September 2024 Balai Taman Nasional Meru Betiri bersama tim dari Taman Nasional, organisasi konservasi SINTAS, dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), melaksanakan kegiatan monitoring tumbuhan langka di kawasan Taman Nasional Meru Betiri.
Kegiatan ini bertujuan untuk memantau dan mengidentifikasi kondisi flora langka di kawasan tersebut, khususnya di wilayah Resort Wonoasri, SPTN Wilayah II Ambulu.
Kepala Balai Taman Nasional Meru Betiri, Nuryadi, menekankan pentingnya kerjasama dalam kegiatan monitoring dan pelestarian ini. “Kolaborasi dengan SINTAS dan BRIN memberikan dampak positif bagi upaya kami dalam menjaga ekosistem Taman Nasional Meru Betiri. Penemuan flora langka ini merupakan pengingat bahwa tugas konservasi bukan hanya menjaga, tetapi juga memastikan regenerasi spesies langka yang ada di dalamnya,” jelas Nuryadi, Rabu (25/9/2024).
Dalam kegiatan monitoring ini, tim gabungan menemukan sejumlah flora langka yang memiliki peran penting bagi ekosistem lokal. Di area Watuondo, tepatnya di punggung Gunung Watu Mejo, tim berhasil menemukan 38 tanaman Dehaasia pugerensis dan 2 tanaman Cassine dengan diameter batang mencapai 200 cm dan tinggi 19 cm. Penemuan ini sangat penting karena kedua jenis tanaman tersebut tergolong langka dan berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem di Taman Nasional Meru Betiri.
Pada hari kedua, tim melanjutkan monitoring di area Kayangan, Gunung Jati, dan menemukan 28 pohon Cassine dengan diameter batang rata-rata di atas 250 cm serta 160 pohon Dehaasia pugerensis yang bervariasi ukurannya, dari pohon kecil hingga besar. Penemuan ini menunjukkan bahwa spesies langka tersebut masih dapat bertahan dan berkembang di kawasan tersebut, meskipun ancaman terhadap kelestariannya masih ada.
Yang lebih menarik, hasil monitoring menunjukkan perkembangan signifikan dari Dehaasia pugerensis. Jika pada penemuan sebelumnya kebanyakan hanya berupa anakan, pada hari kedua dan ketiga monitoring, tim berhasil menemukan beberapa indukan Dehaasia pugerensis berukuran besar, menandakan adanya regenerasi alamiah dari spesies tersebut. Penemuan indukan pohon ini menjadi sinyal positif bagi upaya pelestarian karena menunjukkan potensi keberlangsungan spesies dalam jangka panjang.
Selain spesies Dehaasia pugerensis dan Cassine, tim juga menemukan dua jenis flora yang tergolong kritis, yakni bambu andeng (Schizostachyum acquiramosum) dan Actinodaphne quercina (yang hingga kini belum memiliki nama lokal). Penemuan ini menambah daftar flora yang perlu perhatian khusus karena keberadaannya yang terancam akibat berbagai faktor, baik alami maupun aktivitas manusia.
Flora kritis lainnya yang ditemukan adalah jenis gasing, yang juga masuk dalam kategori langka. Penemuan spesies flora ini menjadi bukti bahwa kawasan Taman Nasional Meru Betiri menyimpan keragaman hayati yang tinggi, dan karenanya memerlukan upaya konservasi yang berkelanjutan.
Tim monitoring masih melanjutkan kegiatan ini untuk memetakan lebih lanjut keberadaan flora langka lainnya di kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan data yang lebih lengkap dan menjadi dasar bagi pengambilan kebijakan konservasi di masa depan.
Dengan penemuan berbagai jenis flora langka dan kritis di Taman Nasional Meru Betiri, kawasan ini kembali menegaskan statusnya sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati di Indonesia. Kegiatan monitoring ini menjadi langkah penting dalam menjaga dan melestarikan kekayaan alam yang ada di dalamnya, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya peran taman nasional dalam menjaga ekosistem global. (sat)