Triwulan I-2024, Penerimaan Pajak Tembus Rp 393,91 Triliun
JATIMPEDIA, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Maret 2024 mencapai Rp 393,91 triliun atau setara dengan 19,81 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Menkeu merinci, penerimaan itu terdiri dari PPH non migas yang berkontribusi mencapai Rp 220,42 triliun yang secara bruto naik 0,10 persen (yoy) atau 20,73 persen dari target. Selanjutnya, PPN dan PPNBM berkontribusi sebesar Rp 155,79 triliun yang secara bruto naik 2,57 persen (yoy) atau 19,20 persen dari target.
Kemudian, diikuti PBB dan pajak lainnya sebesar Rp 3,17 triliun yang secara bruto naik 11,05 persen (yoy) atau 8,39 persen dari target dan PPH migas Rp 14,53 triliun yang secara bruto terkoreksi 18,06 persen (yoy) atau 19,02 persen dari target.
“Penerimaan pajak sampai dengan 31 Maret 2024 sebesar Rp 393,91 triliun mengalami perlambatan dengan capaian 19,81 persen dari APBN 2024,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA edisi April di Jakarta, Jumat (26/4).
Menkeu menyebut, penerimaan pajak yang mencatat perlambatan ini akibat dari penurunan signifikan harga komoditas pada tahun 2023 yang akibatnya baru dirasakan pada tahun ini. Di luar restitusi, penerimaan pajak bruto tumbuh positif, yaitu sebesar 0,64 persen.
Hal ini terutama terlihat dari perlambatan bruto PPh Non Migas dan penurunan PPh Migas. Sementara itu kinerja bruto PPN dan PPnBM yang positif sejalan dengan baiknya aktivitas ekonomi.
Berdasarkan jenis pajaknya, Menkeu menyebut, mayoritas dari jenis pajak utama masih tumbuh positif secara tipis, sehingga ini yang perlu diwaspadai. Seperti halnya PPH 21 berhasil dikumpulkan yang tercatat naik mencapai 25,9 persen yang berkontribusi terhadap total penerimaan sebesar 16 persen.
“Ini artinya pekerja, karyawan mendapatkan penerimaan gaji upah yang levelnya cukup baik atau ada karyawan baru yang masuk menjadi pembayar pajak karyawan. Ini hal yang positif,” jelasnya.
Untuk PPh final yang juga mengalami pertumbuhan kuat yaitu tumbuh 9,3 persen secara bruto dan secara netto sebesar 13,1 persen. Ini karena PPh dari bunga deposito dan jasa kontruksi.
Di satu sisi jasa konstruksi mengalami kenaikan, berarti aktivitas konstruksi mulai menggeliat. Kita harapkan ini akan tetap terjaga dan kontribusinya terhadap penerimaan sebesar 8,3 persen.
Di sisi lain, Menkeu mencatat penurunan PPh Badan sebesar 21,3 persen dengan kontribusi sebesar 14,5 persen dari total penerimaan. Untuk bruto tercatat kontraksi 21,5 persen dan untuk nettonya lebih dalam sebesar 29,8 persen.
“Ini didominasi oleh perusahan-perusahaan pertambangan dan manufaktur yang mengalami koreksi. Untuk pertambangan koreksinya adalah harga dan juga ekspor sehingga mereka meminta restitusi. Harga turun tajam di 2024 yang mulai muncul di dalam pajak mereka dan koreksi dimulai sejak tahun lalu sebetulnya,” jelasnya.
Sedangkan PPN secara bruto tercatat masih tumbuh 5,8 persen masih tumbuh positif dibandingkan tahun lalu yang sebesar 34,7 persen. Jadi ada koreksi tapi tetap diposisi positif, tapi kalau kita lihat pertumbuhan nettonya PPN dalam negeri ini mengalami kontraksi sangat dalam sebesar 23,8 persen.
“PPN dalam negeri menurun secara neto karena peningkatan restitusi pada sektor industri pengolahan, perdagangan dan pertambangan terutama yang berasal dari kompensasi lebih bayar tahun-tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan bruto bernilai positif sebesar 5,8 persen menunjukkan baiknya tingkat konsumsi domestik,” pungkasnya. (cin)