Kadin Jatim: Tarif Impor 32% AS Pukul Ekonomi Jawa Timur
JATIMPEDIA, Surabaya – Ketua Umum Kadin Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, menilai kebijakan Presiden AS Donald J. Trump yang menaikkan tarif impor 32% melalui “The Fair and Reciprocal Plan” akan memukul ekonomi Jawa Timur.
“Ada dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung di antaranya penurunan ekspor,” ujar Adik di Surabaya.
Adik menjelaskan, AS merupakan salah satu tujuan utama ekspor nonmigas Jawa Timur. Pada Januari 2025, nilai ekspor nonmigas ke AS mencapai US$ 281,96 juta atau 14,50% dari total ekspor. Produk unggulan seperti perhiasan, logam, tekstil, alas kaki, elektronik, serta kayu dan produk turunannya berisiko turun tajam, mengurangi devisa.
“Dampak tak langsungnya adalah terganggunya rantai pasok,” lanjutnya.
Penurunan ekspor membuat industri pendukung seperti pemasok bahan baku lokal dan UMKM komponen kehilangan pesanan. Akibatnya, arus kas terganggu, investasi tertunda, dan seluruh ekosistem industri terdampak.
“Dampak selanjutnya adalah ancaman PHK,” kata Adik.
Industri padat karya berpotensi melakukan pemutusan hubungan kerja, terutama di sektor garmen, sepatu, elektronik, dan produk kayu. Ribuan pekerja terancam kehilangan pekerjaan.
Ia menambahkan, penurunan ekspor dan produksi industri akan mengurangi pendapatan daerah dari pajak dan retribusi. Dampaknya merembet ke sektor jasa, transportasi, logistik, hingga melemahkan daya beli masyarakat.
“Pertumbuhan ekonomi bisa melambat atau stagnan,” ujarnya.
Menurutnya, PHK massal berisiko memicu ketimpangan, lonjakan kemiskinan, putus sekolah, hingga instabilitas sosial. “Dampak sosial seperti demonstrasi dan ketegangan di kawasan industri menjadi risiko nyata,” tegas Adik.
Untuk mengantisipasi, Adik mendorong penguatan pasar domestik, diversifikasi tujuan ekspor, serta peningkatan investasi, khususnya di sektor pangan dan energi terbarukan.
“Yang tak kalah penting adalah memulihkan kepercayaan pelaku ekonomi dengan komunikasi yang baik dan kebijakan konkret,” ujarnya.
Ia juga menyoroti turunnya tingkat kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah.
“Dari info yang kami dapat, tingkat kepercayaan kepada Pak Prabowo masih di atas 80%. Tapi setelah masuk pemerintahan turun 20%, dan begitu masuk ke kebijakan turun lagi 20%,” ungkapnya.
Ia menilai, kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah kini hampir di bawah 50%.
“Ini harus jadi koreksi. Kita harus inovatif, adaptif, dan kolaboratif. Tiga hal ini wajib dilakukan semua pihak, baik pemerintah maupun pelaku ekonomi,” ujarnya, mengakhiri. (cin)