Jutaan Petani Belum Tebus Pupuk Subsidi, Ini Kata Pupuk Indonesia
JATIMPEDIA, Jakarta – Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (PTPI) Rahmad Pribadi menyampaikan hingga Selasa (2/7/2024) jumlah petani yang telah melakukan penebusan pupuk subsidi baru mencapai 47% atau 6,7 juta petani dari total yang terdaftar sebanyak 14,28 juta petani. Artinya, masih ada sekitar 53% atau 7,58 juta petani yang belum melakukan penebusan pupuk subsidi.
Sementara untuk realisasi pupuk subsidi telah mencapai 3,1 juta ton atau 32% hingga saat ini, dari kuota yang ditetapkan sebanyak 9,5 juta ton, setelah naik dari 4,7 juta ton. Rahmad memperkirakan, masih rendahnya penebusan pupuk subsidi terjadi di lapangan karena beberapa kendala, antara lain data penerima pupuk yang tidak ter-update, seperti petani yang terdaftar sudah pindah alamat, atau wilayah tersebut belum mengalami musim tanam.
Hal ini pun, menurutnya, akan segera ditindaklanjuti dengan memperbarui data penerima setiap empat bulan sekali. “Memang ada keluhan-keluhan terhadap ketersediaan pupuk bersubsidi. Ada petani yang belum bisa menebus. Ini yang sedang kita telusuri kenapa jumlah petani yang terdaftar dan yang menebus tidak mencapai 50%,” ujar Rahmad dalam pemaparannya di rapat koordinasi inflasi daerah, Selasa (2/7/2024).
Sementara untuk pendistribusian pupuk, dijelaskan Rahmad setiap wilayah memerlukan Surat Keputusan (SK) Bupati/Walikota yang di dalamnya terdapat penetapan kuota pupuk per kecamatan. Hingga saat ini, telah tercapai 97% SK Bupati/Walikota yang dikeluarkan, atau naik signifikan pasca rapat koordinasi Kementerian Pertanian (Kementan) dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 7 Juni 2024 lalu yang hanya mencapai 50%.
Meski begitu, Rahmad memperingatkan ada wilayah-wilayah kecil yang belum mengeluarkan SK tersebut, seperti DKI Jakarta, Papua Barat, dan Kalimantan. “Tapi patut menjadi catatan, ada satu kabupaten yang merupakan lumbung pangan yang belum mengeluarkan SK Bupati, yaitu Banyuwangi. Kami mohon dukungannya,” ungkap Rahmad.
Dirut PTPI ini pun menegaskan jika pasokan stok pupuk subsidi yang ada di pihaknya hingga sekarang tercatat aman dan mencukupi. Ketersediaan pupuk subsidi tersebut yakni sebanyak 1,7 juta ton yang terdiri dari sekitar 1,1 juta ton pupuk Urea dan 600 ribu ton pupuk NPK yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun di sisi lain, dia mewanti-wanti agar Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bisa segera membuka alokasi anggaran tambahan pupuk subsidi yang semula 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton.
Pasalnya, anggaran yang ada saat ini hanya bisa memenuhi kebutuhan pupuk 4,7 juta ton sesuai anggaran DIPA. Jumlah ini pun hanya mampu memasok pupuk hingga awal Agustus 2024. “Sesuai dengan DIPA itu masih 4,7 juta ton, sehingga 4,7 juta tahun ini akan habis pada bulan Agustus awal untuk subsidi pupuk sesuai tipe yang ada. Kementerian Pertanian (Kementan) sudah menulis surat kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membuka agar alokasinya sesuai 9,5 juta ton,” ujar Rahmad.
Jika keterlambatan anggaran pupuk subsidi terjadi, akan mengganggu distribusi pupuk subsidi ke petani. Rahmad menjelaskan bahwa pupuk berkontribusi 62% pada produktivitas pertanian, pupuk subsidi juga mampu menurunkan biaya produksi sebesar 9%. Karena itu, setiap ada kenaikan harga sebesar Rp1.000 per kg, maka akan memengaruhi penurunan penggunaan pupuk Urea sebesar 13% dan NPK sebesar 14%.
“Jadi kalau harga pupuk naik Rp1.000 per kg maka produktivitas pertanian khususnya padi akan turun setengah ton per hektare dan akan menurunkan jumlah produksi pertanian secara nasional,” pungkasnya. (cin)