BPS : Neraca Perdagangan Surplus 49 Bulan Beruntun Tembus USD 2,93 Miliar
JATIMPEDIA, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia masih tercatat surplus selama 49 bulan beruntun sejak Mei 2020. Pada Mei 2024, surplus tercatat sebesar USD 2,93 miliar.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah, mengatakan neraca perdagangan RI pada Mei 2024 meningkat USD 0,21 miliar bila dibandingkan bulan sebelumnya.
“Dengan demikian, hingga Mei 2024, neraca perdagangan barang Indonesia telah mencatatkan surplus beruntun selama 49 bulan secara berturut-turut,” kata Habib dalam konferensi pers rilis berita statistik di Jakarta, Rabu.
Habibullah menjelaskan, keberlanjutan surplus itu didorong oleh keuntungan transaksi perdagangan di sektor nonmigas yang mencapai USD 4,26 miliar, serta dikurangi defisit transaksi perdagangan sektor migas USD 1,33 miliar.
Selama periode Januari-Mei 2024, secara kumulatif Indonesia mengalami surplus hingga 13,06 miliar dolar AS. Bahkan, surplus neraca perdagangan pada Mei 2024 ini juga lebih tinggi bila dibandingkan periode sama tahun lalu yakni sebesar USD 2,50 miliar.
“Selama Januari–Mei 2024 sektor migas mengalami defisit USD 8,07 miliar dolar AS, namun masih terjadi surplus pada sektor nonmigas 21,13 miliar dolar AS, sehingga secara total mengalami surplus USD 13,06 miliar,” ujarnya.
Habib menyampaikan, neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2024 masih surplus karena nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai impor.
Pada Mei 2024, nilai ekspor Indonesia tercatat sebesar USD 22,23 miliar, atau naik 13,82 persen secara bulanan. Sedangkan nilai impor Indonesia tercatat sebesar USD 19,40 miliar, atau meningkat 14,82 bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan tiga negara penyumbang surplus nonmigas terbesar pada Mei 2024 yakni India sebesar USD 1,5 miliar, Amerika Serikat USD 1,2 miliar, serta Jepang sebanyak USD 742 juta.
“Sedangkan tiga negara penyumbang defisit neraca perdagangan tertinggi yaitu China USD 1,3 miliar, Australia USD 539 juta, serta Thailand USD 320 juta,” tutupnya. (raf)