BI Minta Pebisnis Manfaatkan Transaksi Mata Uang Lokal

Surabaya, JP – Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Timur (BI Jatim) mendorong pemanfaatan program Local Currency Settlement (LCS)  atau mata uang lokal. Transaksi itu bisa digunakan dalam setiap kegiatan transaksi antar negara atau bilateral guna mendukung percepatan pemulihan ekonomi melalui peningkatan daya saing perdagangan internasional.

Kepala BI Jatim, Budi Hanoto mengatakan pemanfaatan LCS atau penyelesaian transaksi perdagangan, remitasi dan investasi langsung dengan mata uang lokal ini juga dilakukan untuk mengurangi dominasi mata uang dolar Amerika.

Mengurangi dominasi dolar Paman Sam dalam transaksi perdagangan dan investasi di Indonesia akan berdampak pada menurunnya risiko global shock yang bersumber dari hard currency tersebut

“LCS ini sangat penting dan relevan karena memang momentumnya dalam kondisi perekonomian dan pasar global yang penuh ketidakpastian dan penuh risiko dari dampak moneter negara maju,” katanya dikutip dalam siaran YouTube Sosialiasi LCS, Selasa (23/8).

Baca Juga  PLN Pakai Limbah Operasional Bank Indonesia di NTT untuk PLTU Bolok

Selain itu, LCS juga relevan dengan Indonesia yang perekonomiannya sangat terbuka, termasuk Jatim sebagai hub ekspor-impor di Kawasan Timur Indonesia.

“Namun ini tidak terlepas dari risiko global, sehingga kami memandang LCS merupakan solusi alternatif terhadap transaksi bilateral,” ujarnya.

LCS sendiri dilakukan dalam mata uang dan penyelesaian di masing-masing negara. Sebagai contoh, transaksi perdagangan antara Indonesia dan Jepang yang dilakukan setelmen di Indonesia maka mata uang yang digunakan yakni Rupiah. Sebaliknya, jika transaksi di Jepang maka menggunakan Yen.

Metode ini diharapkan dapat lebih efisien dan menekan biaya konversi transaksi ke mata uang dolar AS. Budi memaparkan ekonomi Jatim sendiri mampu tumbuh 5,74 persen (yoy) pada kuartal II/2022 di atas capaian ekonomi nasional 5,42 persen. Pendorongnya adalah konsumsi rumah tangga, investasi serta ekspor meskipun sedikit melambat.

Baca Juga  XL Axiata Perkuat Jaringan di 3 Jalur Utama Penyeberangan Laut

“Namun sektor unggulan Jatim yang menjadi penopang Jatim adalah manufaktur, pertanian, perdagangan dan konstruksi. Secara neraca perdagangan Jatim memang defisit US$42,8 miliar, tetapi neraca perdagangan antar daerah masih surplus,” jelasnya.

Membaiknya ekonomi Jatim ini juga ditopang investasi yang tumbuh 7,84 persen (yoy) yang disumbang investasi dari Amerika Serikat, China dan Jepang. Namun sayangnya, porsi transaksi LCS masih terbatas dan masih didominasi dari kegiatan impor.

“Importir memanfaatkan LCS untuk pembayaran barang-barang impor, seharusnya ekspor juga bisa dimanfaatkan,” ujarnya.

Adapun saat ini pemanfaatan LCS di Jatim secara kumulatif masih dilakukan dengan mata uang China, Jepang, Malaysia dan Thailand yang telah bekerja sama dengan Indonesia. Saat ini di Jatim juga terdapat 337 korporasi yang terdaftar, tetapi hanya sebanyak 15 korporasi yang sudah memanfaatkan LCS.

Baca Juga  Pemprov Jatim Gelar Dzikir Tahun Baru Islam di MAS

“Memang masih sedikit karena kurangnya awarness dan terbatas beberapa negara pilihan. Untuk itu kita perlu mengkampanyekan, dan terus menggalakkan karena ekspor impor kita tumbuh mengesankan. LCS jadi program yang perlu dikeroyok bersama supaya kita bisa memitigasi risiko-risiko,” imbuhnya.

Wakil Gubernur Jatim, Emil Dardak meyakini jika Jatim sebagai mesin industri dan perdagangan bisa mengoptimalkan LCS maka daya saing perdagangan internasional bisa tercapai.

Deputi Gubernur Senior (DGS) BI, Destry Damayanti mengatakan program LCS ini akan terus dikembangkan ke beberapa negara terutama yang memiliki hubungan transaksi perdagangan barang dan jasa dengan Indonesia.

“Kita sudah punya kesepakatan dengan 5 negara Asean, dalam waktu dekat akan MoU dengan Singapura, dan akan terus ditingkatkan hingga ke Korea, India dan Saudi Arabia,” ujarnya. (raf/bisnis)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *