Menkop Teten Masduki Ajak Pengusaha Salurkan Dana CSR ke UMKM
Jakarta, JP – Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengajak perusahaan besar untuk menyalurkan dana corporate social responsibility (CSR) ke kemitraan dengan usaha kecil agar mereka bisa masuk dalam rantai pasok industrialisasi (global value chain) guna memperkuat struktur ekonomi Indonesia.
“Kami mendorong dan berharap peran CSR perusahaan dapat mendukung pemberdayaan ekonomi, khususnya UMKM dan koperasi, sehingga pemberdayaan UMKM juga mampu mengentaskan masalah kemiskinan,” ucap Teten Masduki dalam siaran pers.
Teten mengatakan, 99% struktur ekonomi Indonesia dikuasai oleh usaha mikro, dan sebanyak 97% lapangan kerja disediakan oleh usaha mikro. Bank Dunia mengingatkan, UMKM sebenarnya mampu menciptakan lapangan kerja yang berkualitas, namun sejak krisis moneter (krismon) yang mengakibatkan terjadinya deindustrialisasi, justru hanya menciptakan UMKM yang berorientasi pada ekonomi subsisten.
“Ini menjadi pekerjaan rumah bersama. Kami mengurus sekitar 64 juta UMKM tapi sayang kapasitas kementerian ini kecil. Untuk itu, kolaborasi berbagai pihak sangat dibutuhkan,” kata Teten.
Dalam menggandeng korporasi, hal ini sebagaimana amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi), di mana setiap perusahaan bertanggung jawab sejauh 5 kilometer (km) di wilayah operasinya, untuk memperhatikan masyarakat miskin sekitarnya. Secara khusus, Teten mengajak agar CSR perusahaan diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi di wilayah-wilayah kategori miskin ekstrem.
“Cara mendapatkan keuntungan dengan merusak lingkungan harus ditinggalkan. Aktivitas perekonomian (produksi, distribusi, dan konsumsi) haruslah mengedepankan peningkatan kualitas hidup manusia untuk jangka panjang, tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang,” tandas Teten.
Dari hasil riset UNDP menunjukkan sebagian besar UMKM tertarik dengan gagasan praktik usaha ramah lingkungan, yakni sekitar 94-95% UMKM tertarik dengan gagasan praktik usaha ramah lingkungan dan sekitar 86-90% tertarik untuk melakukan praktik usaha inklusif. Aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan harus seimbang agar kesejahteraan tercapai dan alam tetap terjaga.
Menurut Teten, perusahaan haruslah menjalankan bisnis dengan menciptakan nilai bersama atau creating share value, menghasilkan nilai ekonomi sekaligus menghasilkan nilai bagi masyarakat dengan mengatasi tantangannya.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yakni, bagaimana memahami kembali produk dan pasar, mendefinisikan ulang produktivitas dalam rantai nilai, dan memungkinkan pengembangan klaster lokal. Misalnya Nestle, mendesain ulang proses pengadaan kopinya.
“Perusahaan itu bekerja secara intensif melibatkan petani kecil di daerah miskin yang terjebak dalam siklus produktivitas rendah, kualitas buruk, dan degradasi lingkungan. Nestle memberikan pendampingan terkait praktik pertanian, membantu petani mengamankan stok tanaman, pupuk, dan pestisida, serta membeli produk petani dengan harga yang lebih baik,” ucap Teten.
Dia menegaskan, kemajuan UMKM menjadi penentu keberlanjutan ekonomi nasional. Syaratnya, struktur ekonomi yang didominasi usaha mikro (99,62%) harus segera naik-kelas. Kolaborasi perlu dikuatkan untuk mengakselerasi hal ini, sehingga fondasi UMKM semakin kokoh dan siap menghadapi krisis apapun ke depan terutama perubahan iklim.
“Bukan cuma Indonesia, Korea Selatan juga hampir 90% dikuasai UMKM, tapi berbeda dengan UMKM mereka yang sudah besar, bukan lagi tradisional tapi berbasis kreativitas,” kata dia.
Teten juga menyebut Tiongkok yang bisa ekspor produk UMKM hingga 70%, itu karena UMKM-nya mampu menjadi rantai pasok global.
“Indonesia baru sekitar 40% usaha yang menjadi rantai pasok industri. Jika tidak memperkuat UMKM di rantai pasok industri, selamanya UMKM sulit untuk berkembang,” pungkas Teten. (raf)