Dukung KTT G20, PLN dan PJB Tingkatkan Porsi Co-Firing PLTU Paiton Jadi 30 Persen
Probolinggo, JP – PT PLN (Persero) melalui anak usahanya PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) terus menambah pasokan listrik dari energi baru terbarukan (EBT) untuk mendukung pelaksanaan KTT G20 pada November 2022 mendatang.
Pengujian high co-firing ratio (HCR) di PLTU Paiton 1-2 (2×400 MW) telah dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus sampai dengan 1 September 2022. Pengujian ini terlaksana berkat kerjasama antara PT PLN (Persero) Divisi EBT, PT PLN (Persero) Puslitbang dan PT PJB PLTU Paiton, yang telah dipersiapkan jauh hari sebelumnya.
Direktur Mega Proyek dan EBT PT PLN (Persero) Wiluyo Kusdwiharto menyampaikan dukungannya atas keberhasilan PLTU Paiton 1-2 melaksanakan uji coba HCR tersebut.
“Peningkatan porsi biomassa sebagai substitusi batu bara di PLTU merupakan salah satu upaya PLN guna mendukung program strategis korporat green booster,” kata Wiluyo Kusdwiharto dalam pernyataannya dikutip pada hari Senin (5/9/2022).
Direktur Operasi II PJB Rachmanoe Indarto mengutarakan, uji coba peningkatan porsi biomassa yang sebelumnya sebesar 6 persen di PLTU Paiton telah berhasil dilaksanakan pada tanggal 4-8 Juli 2022.
“Pasca uji 6%, PJB terus melanjutkan pengembangan co-firing menuju target HCR 30 persen, yang diawali dengan pengujian kemampuan individu coal mill hingga 50% biomassa. Setelah kami yakin coal mill mampu malakukan grinding biomassa hingga 50%, pengembangan terus kami lakukan hingga hari ini pengujian 30% berhasil dilaksanakan,” ujar Rachmanoe.
Pengujian co-firing 30% dilakukan di PLTU Paiton unit 1 dengan beban 360 MW selama 16 jam menggunakan biomassa serbuk kayu sebanyak 960 ton. Selama pengujian, tidak ditemukan anomali parameter operasional unit dan beban 360 MW dapat terjaga tetap stabil. Dengan berhasilnya uji HCR ini, MW Green PLTU Paiton bisa dimaksimalkan hingga 108 MW, hanya dengan menggunakan auxiliary equipment existing.
Rachmanoe mengungkapkan, biomassa yang menggantikan batu bara memiliki kelebihan dalam pembakaran yang lebih optimal dibanding batu bara, dikarenakan volatile matter yang dua kali lebih besar daripada batubara typical. volatile matter yang lebih tinggi pada biomassa ini menunjukkan burning difficulty yang juga lebih baik. Dari aspek lingkungan, kadar sulfur yang jauh lebih rendah dari batu bara juga akan mampu mereduksi emisi SOx di sisi gas buang. Selain itu kadar abu yang dari hasil pembakaran lebih ramah lingkungan.
“Dengan persentase lebih tinggi dari yang sebelumnya 5-6% menjadi 30% saya kira ini hal yang sangat baik. Kemarin kan kita sudah mencoba di PLTU Tembilahan hingga 100% co-firing biomasanya cangkang sawit kita coba bertahap 25, 50, 75, hingga 100% dalam watu 4 hari. Alhamdulillah pengujian berjalan lancar dengan hasil di luar prediksi kami secara umum daya maksimum tercapai masih dalam batasan normal,” paparnya.
Menurutnya, kenaikan porsi biomassa pada PLTU meningkatkan pasokan listrik dari energi baru terbarukan sebesar 108 megawatt (MW). PLN pun tidak menambah belanja modal (Capex) untuk meningkatkan kapasitas tersebut.
“Uji coba co-firing HCR biomassa 30% yang dilakukan PLTU Paiton setara dengan 108 MW Green. Apabila PLTU Batubara typical memiliki CF 75 persen jika kita bandingkan dengan investasi PLTS dengan CF 15% maka akan dibutuhkan 540 MW PLTS baru. Untuk membangun PLTS 540 MW baru kita akan membutuhkan lahan seluas 540 hektar dan Capex sebesar Rp 6,5 triliun. Dengan keberhasilan uji HCR 30% tanpa Capex ini, akan mampu meningkatkan porsi bauran EBT tanpa capex yang besar” tuturnya. (raf)