Hingga Februari 2025, Bea dan Cukai Bukukan Realisasi Rp 52,6 Triliun
JATIMPEDIA, Jakarta – Kementerian Keuangan melaporkan realisasi kepabeanan dan bea cukai mencapai Rp 52,6 triliun per 28 Februari 2025. Realisasi ini sekitar 17,5% dari target penerimaan kepabeanan dan cukai tahun 2025 yang sebesar Rp 513,6 triliun. Jika dibandingkan dengan periode Februari 2024 tahun sebelumnya terjadi pertumbuhan 2,13% dengan realisasi saat itu sebesar Rp 51,5 triliun.
Realisasi kepabeanan dan cukai sebesar Rp 52,6 triliun ini terbagi dalam realisasi bea masuk sebesar Rp 7,6 triliun, bea keluar senilai Rp 5,4 triliun, dan cukai sebesar Rp39,6 triliun. Dari tiga jenis ini hanya bea keluar yang mengalami pertumbuhan secara tahunan.
“Penerimaan kepabeanan dan cukai, tumbuh 2,1% karena pertumbuhan bea keluar, sedikit ada koreksi di bea masuk. Kalau kita lihat tahun 2024 itu ada bea masuk dari impor beras. Sementara untuk yang 2025 tidak ada impor beras di awal tahun ini,” ucap Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam konferensi pers APBN Kinerja dan Fakta (KiTa) di Kantor Kementerian Keuangan pada Kamis (13/3/2025).
Realisasi bea masuk sebesar Rp 7,6 triliun atau memberikan kontribusi 14,5% terhadap realisasi kepabeanan dan cukai pada Februari 2025. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi kontraksi 4,6%. Hal ini terjadi karena penurunan bea masuk dari komoditas beras yang di awal tahun 2025 tidak diimpor lagi.
Realisasi bea keluar sebesar Rp 5,4 triliun atau tumbuh 92,9% dari periode yang sama tahun 2024. Bea keluar memberikan kontribusi 10,2% ke realisasi kepabeanan dan cukai pada Februari 2025. Hal ini dipengaruhi oleh bea keluar produk sawit mencapai Rp 5,3 triliun atau tumbuh 852,9% year on year. Pasalnya harga minyak kelapa sawit pada bulan Februari 2205 mencapai US$ 9,55 per ton metrik yang lebih tinggi 18,5% dari tahun 2024 sebesar US$ 806 per ton metrik.
Realisasi cukai sampai dengan Februari 2025 sebesar Rp 39,6 triliun atau turun 2,7% dari periode yang sama tahun 2024. Realisasi cukai memberikan kontribusi terbesar yaitu 75,3% ke realisasi kepabeanan dan cukai pada Februari 2025.
Penerimaan cukai dipengaruhi oleh cukai hasil tembakau sebesar Rp 38,4 triliun atau kontraksi 2,6% dipengaruhi oleh turunnya produksi rokok bulan November dan Desember 2024 sebesar 2,5% sebagai basis perhitungan penerimaan hasil tembakau pada bulan Januari dan Februari 2025. Adapun penurunan produksi rokok di akhir tahun 2025 dipengaruhi oleh tidak adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau di awal tahun 2025. Sedangakn cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp 1,1 triliun atau turn 7,6% karena penurunan produksi MMEA sebesar 11,5%.
“Untuk cukai mengalami koreksi 2,7%, karena ada faktor kebijakan tahun 2025. Kami tidak menerapkan kenaikan tarif cukai sehingga tidak ada pembelian dari pita cukai yang biasanya cukup tinggi pada waktu pemerintah menginginkan adanya kenaikan dari tarif cukai,” tutur dia. (cin)