Jamaah Haji Lansia Dapat Makanan dan Buah Lembut
JATIMPEDIA, Makkah – Kementerian Agama (Kemenag) memberikan menu makanan khusus bagi calon jemaah haji (CJH) kategori lanjut usia (lansia, usia di atas 65 tahun). Mereka akan mendapatkan makanan yang mudah dikunyah dan dicerna.
Anggota Media Center Haji (MCH) Kemenag Widi Dinanda mengatakan, tahun ini total jemaah lansia mencapai 44.795 orang. Mereka tersebar di banyak kloter. Jumlah tersebut setara dengan 21 persen dari total jemaah haji reguler yang mencapai 213.320 orang.
Menurut Widi, menu makanan khusus lansia itu telah dikoordinasikan dengan dapur katering yang dikontrak Kemenag. ’’Selain tekstur nasi yang lebih lembut mirip bubur, rasa masakan juga tidak pedas,’’ katanya. Selain itu, jemaah lansia juga mendapatkan buah-buahan dengan tekstur lembut.
Widi mengingatkan, agar para lansia bisa mendapatkan menu khusus itu, para ketua kloter harus proaktif. Mereka harus melaporkan jumlah lansia yang membutuhkan kiriman makanan dengan menu khusus tersebut.
Menu khusus tadi disajikan dengan tetap menyesuaikan kebutuhan gizi jemaah. Dengan demikian, jemaah lansia tetap kuat melakoni rangkaian ibadah haji di Makkah atau Madinah.
Pada bagian lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan panduan beribadah haji. Panduan tersebut merespons permintaan Kemenag terkait adanya skema baru yang dijalankan oleh pemerintah Saudi. Skema baru tersebut bernama murur. Teknisnya, jemaah dari Arafah tidak turun dari bus ketika mabit di Muzdalifah. Hanya lewat, kemudian menuju ke Mina.
Ketua MUI bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan, mabit di Muzdalifah adalah wajib haji. ’’Jemaah yang tidak mabit di Muzdalifah wajib membayar dam. Sebagai denda atas kesalahan (dam isa-ah),’’ katanya. Dia menerangkan bahwa mabit dilakukan dengan cara berdiam diri di Muzdalifah.
Pelaksanaan mabit dengan cara berdiam diri di Muzdalifah bisa dilaksanakan sesaat saja. Yaitu, dalam kurun waktu setelah pertengahan malam di tanggal 10 Zulhijah.
Jika murur atau melintas di Muzdalifah dilakukan selepas tengah malam atau setelah pukul 00.00 waktu setempat, dengan cara melintas kemudian berhenti sejenak tanpa keluar bus, hukumnya sah. Sebaliknya, jika murur dilakukan sebelum pukul 00.00 waktu setempat, tidak sah dan jemaah wajib bayar dam. ’’MUI menyampaikan beberapa rekomendasi untuk Kemenag,’’ jelasnya. Di antaranya adalah membuat pengaturan pergerakan jemaah dari Arafah ke Muzdalifah dalam dua kelompok.
Pertama, jemaah yang tidak menggunakan skema murur sehingga harus turun dari bus dan berdiam di Muzdalifah sampai tengah malam. Kelompok yang kedua adalah jemaah yang menggunakan murur dengan catatan mereka melewati Muzdalifah sudah lewat pukul 00.00 waktu setempat. (cin)