Serapan Gabah BULOG Tembus 1 Juta Ton

JATIMPEDIA, Jakarta – Masa panen raya diprediksi paling lama pada empat pekan mendatang. Manajemen Perum BULOG berupaya memaksimalkan infrastruktur paska panennya untuk menyerap gabah dan beras petani.

Kini, Badan Umum Milik Negara (BUMN) logistik pangan ini telah menyerap gabah kering panen (GKP) petani sebesar 1,05 juta ton atau setara 535 ribu ton beras. Pengadaan tersebut berasal dari pembelian secara PSO (public service obligation) dan komerisial.

“Ada pengadaan gabah, ada juga pengadaan beras, utamanya beras asalan dari penggilingan padi kecil,” kata Direktur Utama Perum BULOG Bayu Krisnamurthi di Karawang, Senin (20/5/2023).

Bayu mengatakan, dengan sisa waktu panen musim rendeng hanya tersisa tinggal 2-4 minggu ke depan, Bulog akan terus melakukan pengadaan. Diperkirakan sampai akhir pengadaan nanti akan bisa didapatkan sebanyak 600 ribu ton setara beras.

“Angka ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2022. Tapi mungkin sedikit lebih rendah dari tahun 2023. Dengan harga yang cenderung makin naik, kami tetap optimis bisa serap lebih dari 600 ribu setara beras,” katanya.

Dari jumlah pengadaan tersebut, Bayu mengatakan, persentasenya masih lebih banyak pengadaan melalui PSO diperkirakan 70-75%, sekitar 20-25% adalah pengadaan komersil. “BULOG tetap akan padukan antara pembelian PSO dan komersial. Jika harga di pasar lebih tinggi, kita harapkan petani bisa tetap menjual ke BULOG, karena akan dapatkan harga lebih tinggi,” tuturnya.

Baca Juga  Bapanas : Harga HPP Gabah di Tingkat Petani Rp 6.000 per Kilogram

Dengan kondisi musim tanam pertama dan termasuk musim panen terbesar, Bayu mengakui menjadi perhatian pihaknya. Apalagi pada musim tanam kedua biasanya jumlah panen jauh lebih kecil dari musim tanam pertama, sehingga kemungkinan pengadaannya akan jauh lebih kecil.

“Jika Tahun 2023 semester II BULOG bisa serap sampai 300 ribu ton setara beras, maka tahun ini kita bisa samai dengan tahun lalu. Namun kita belum tahu kondisinya seperti apa. Apalagi akan datang musim kemarau lagi,” katanya.

Namun demikian, Bayu menegaskan, tugas BULOG saat ini adalah bagaimana menjaga stok beras di dalam negeri. Untuk itu, pihaknya selalu mengusahakan pengadaan dalam negeri. Namun demikian, diakui, BULOG tetap memerlukan pengadaan luar negeri.

“Untuk tahun ini, impor beras kita sudah sebanyak 1 juta ton. Saat panen raya kemarin, beras itu kita tidak masukkan ke sentra produksi beras, tapi di wilayah yang defisit beras, seperti Pelabuhan Bitung dan Kupang,” tuturnya.

Baca Juga  Kementan Sebut Produksi Beras Tahun Ini Surplus Diatas Kebutuhan Konsumsi 30,9 Juta Ton

Saat ini stok beras di gudang sebanyak 1,85 juta ton,termasuk 535 ribu ton pengadaan dalam negeri.Dengan jumlah ini Bayu mengakui masih cukup untuk persiapan musim paceklik mendatang. Tantangan lain pengadaan BULOG adalah harga gabah masih di atas harga yang ditetapkan pemerintah.

Saat ini harga gabah di mitra berkisar Rp 6.400-6.500/kg, sedangkan harga gabah dengan kualitas lebih baik mencapai Rp 6.800-7.000/kg. Dengan harga gabah tersebut, harga beras sudah di atas Rp 11.500-12.000 /kg. “Ini situasi yang kita hadapi sekarang,” ujarnya.

Harga gabah dan beras sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) Rp 5.000/kg, gabah kering giling (GKG) Rp 6.300/kg dan beras dipenggilingan Rp 9.950/kg.

Namun melihat perkembangan harga gabah/beras naik cukup tinggi, Badan Pangan Nasional mengeluarkan kebijakan fleksibilitasnya untuk harga GKP menjadi Rp 6.000/kg, GKG Rp 7.400/kg dan beras Rp 11.000/kg.

Kendati tercatat sebagai posisi Cadangan beras pemerintah terbilang tinggi, namun Bayu mengungkapkan stok ini akan segera menurun imbas program bantuan pangan beras 10 kg yang sudah mulai disalurkan kembali. “Tapi dugaan saya minggu ini (atau) minggu depan sedikit turun karena ada bantuan pangan April-Juni akan disalur saat ini,” jelas Bayu.

Baca Juga  Kemenhub Catat Ada 4 Juta Penumpang Naik Pesawat Selama Libur Lebaran

Bayu memproyeksikan produksi beras akan menurun pada Juni 2024. “Kita sudah tahu bahwa musim kering mulai Juni itu selalu defisit, kalau dilihat dari angkanya diperkirakan bulan Juni itu minus 0,45 juta ton di Juni, sehingga dibandingkan Januari-Juni tahun ini dibanding Januari-Juni tahun lalu itu lebih rendah sejumlah sekitar minus 2,3 juta ton,” ujar Bayu.

Berdasarkan Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), pada di April 2024 produksi beras nasional diperkirakan mencapai 5,53 juta ton dan di Mei 2024 berada di angka 3,19 juta ton. Lalu pada Juni, produksi tahun ini diproyeksi pada angka 2,12 juta ton.

Sebelumnya, BPS juga mencatat produksi beras pada Maret 2024 capai lebih dari 3,5 juta ton, naik dari bulan sebelumnya yang mendekati angka 1,5 juta ton. Sementara, produksi beras terendah terjadi pada Januari sebesar di bawah 1 juta ton. (ind)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *