Kendalikan Inflasi April, Pemerintah Harus Fokus Stabilkan Harga Pangan
JATIMPEDIA, Jakarta – Inflasi komponen harga bergejolak (volatile food) diprediksi masih berlanjut April ini, apalagi terdapat tradisi mudik di Indonesia yang bisa memicu kenaikan permintaan barang di daerah sentra para perantau.
Karena itu, agar inflasi bulan ini tetap terkendali, pemerintah harus bisa memastikan pasokan dan harga pangan tetap stabil. Inflasi volatile food terus belanjut hingga menjadi 10,33% (year-on-year/yoy) pada Maret 2023.
Menurut peneliti Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Shofie Azzahrah, ada kemungkinan volatile food masih terjadi di April ini. Hal itu karena adanya tradisi mudik di Indonesia yang dapat memicu kenaikan permintaan barang di daerah-daerah tujuan mudik.
Dengan kondisi pasokan barang di Indonesia yang cenderung tidak stabil dan meningkatkan harga, ditambah adanya inflasi akibat fenomena musiman, alhasil kenaikan harganya akan lebih besar. Situasi tersebut tentu akan sangat berdampak ke masyarakat, khususnya menengah ke bawah.
“Karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan penanganan dengan memastikan pasokan pangan yang stabil serta mengimplementasikan kebijakan pengendalian harga untuk komoditas pokok,” kata Shofie.
Shofie menyatakan, upaya penting lainnya yang harus dilakukan pemerintah untuk mengendalikan laju bulan ini adalah melakukan pengawasan pasar untuk mencegak praktik penimbunan yang dapat memperparah inflasi. “ Di sisi lain, memberikan subsidi pangan kepada kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap kenaikan harga,” papar dia.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya menyebutkan, inflasi volatile food bergerak naik menjadi 10,33% (yoy) pada Maret 2024, pada Februari 2024 hanya 8,47% (yoy). Situasi itu didorong meningkatnya harga beras, daging dan telur ayam ras, cabai merah, dan bawang putih. Akibatnya, inflasi umum Maret 2024 ikut terdongkrak dari level 2,75% (yoy) menjadi 3,05%.
Shofie mengatakan, pemicu inflasi Maret 2024 tidak hanya faktor musiman seperti situasi menjelang Lebaran saja, tapi juga karena gagal panen di sejumlah daerah. Kenaikan harga beras akan disusul peningkatan harga barang substitusinya akibat lonjakan permintaan di masyarakat. Ditambah dengan kondisi musiman, yaitu Puasa-Lebaran, kenaikannya menjadi lebih besar dibanding periode Puasa-Lebaran sebelumnya, khususnya pada komoditas makanan.
“Apakah ini masih wajar atau pertanda kegagalan pemerintah? Inflasi yang terjadi menjelang Puasa-Lebaran seringkali dianggap wajar karena faktor musiman. Namun, jika kenaikan harga terus berlanjut dan melampaui batas wajar, ini bisa jadi indikator bahwa pemerintah perlu mengambil langkah lebih lanjut untuk mengendalikan inflasi,” tutur dia. (raf)