Permintaan Coklat Tinggi, Produksi Cargill Lampaui Kapasitas

Gresik, JP – Industri pengolahan kakao PT Cargill Indonesia – Cocoa and Chocolate – Gresik tengah menyiapkan proyek pengembangan produk baru yang diyakini akan meningkatkan kinerja pendapatan perusahaan.

Project Manager Cargill Cocoa and Chocolate Gresik, Harry Husman mengatakan dalam pengembangan produk baru ini perseroan tidak melakukan penambahan kapasitas produksi tetapi lebih kepada upgrade produk yang memiliki harga lebih berkualitas.

“Jadi kapasitas pabrik akan tetap sama, walaupun demand naik kita masih belum dapat penuhi sehingga saat ini kita punya proyek berupa produk berbeda yang akan memberi kita value lebih tinggi, dan itu baru Go Live awal 2024,” jelasnya, Rabu (26/10).

Dia mengatakan saat ini permintaan pasar produk coklat juga cukup tinggi, bahkan kapasitas produksi Cargill di Gresik sudah mencapai 110 persen melebihi kapasitas awal.

Baca Juga  Upaya Cargill Gresik Minimalisir Limbah Organik dengan Edukasi Karyawan dan Masyarakat

“Jadi target kinerja penjualan tahun ini masih akan sama seperti tahun-tahun sebelumnya karena walaupun demand bertambah tapi kita tidak bisa mendelivery lebih,” katanya.

Harry pun masih cukup optimistis dengan situasi pasar pada tahun depan yang terancam adanya resesi global. Pasalnya, pangsa pasar bagi Cargill di Gresik selama ini menyasar kawasan Asia Pasifik seperti China, India, dan Jepang yang diperkirakan tidak terlalu terdampak resesi global.

“Kontribusi penjualan domestik saat ini juga hanya 10 persen, dan 90 persennya untuk pasar di luar,”

Dia mengatakan prediksi resesi terparah sebenarnya adalah di kawasan Amerika Serikat dan Eropa. Sementara Cargill Gresik sudah punya perjanjian untuk menyuplai produk ke Asia Pasifik sehingga diyakini tidak akan terlalu terdampak, termasuk soal biaya manufaktur di Indonesia yang cukup rendah sehingga paling bersaing.

Baca Juga  Cargill Indonesia Gelar Media Gathering Bareng PWI dan KWG, Kupas Jurnalisme Data

“Jadi pabrik yang ada di Asia menyuplai negara-negara Asia, nah pabrik yang di Eropa menyuplai daerah sekitarnya sehingga yang kena dampak sebenarnya adalah pabrik kita di Eropa. Bukan cuma resesi, tapi juga adanya kenaikan harga energi gas yang naik 10 kali lipat itu benar-benar mempengaruhi profit di Eropa,” jelasnya. (eka)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *