Cadangan Beras Nasional Susut Tinggal Separo

Jakarta, JP –  Badan Pangan Nasional (NFA) mencatat pasokan cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Perum BULOG terus mengalami penurunan. Tercatat hingga Selasa (25/10/2022) volume CBP tersisa 673.613 ton atau jauh dari target pasokan CBP sebesar 1.252.293 juta ton.

“Dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya, stock on hand BULOG di Oktober 2022 paling kecil karena jumlah beras kurang dari 1 juta ton,” kata Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan, Badan Pangan Nasional, Rachmi Widiriani, dalam diskusi, Selasa (25/10/2022).

NFA mencatat, stok CBP pada Oktober 2021 lalu sempat mencapai sebesar 1,25 juta ton sementara bulan Oktober 2020 sebesar 973.000 ton. Rahcmi mengatakan, pemerintah membutuhkan beras dalam jumlah besar untuk terus disalurkan ke berbagai wilayah hingga akhir tahun demi menjaga stabilitasi harga beras dalam negeri.

Rahcmi menegaskan, BULOG harus segera menambah pasokan CBP minimal menjadi sebesar 1,2 juta ton. Pengadaan beras dapat dilakukan secara komersial dengan membeli gabah petani sesuai harga pasar agar dapat bersaing dengan produsen beras swasta yang juga menyerap gabah petani.

Baca Juga  Bulog Jadi Pembeli Siaga Gabah Petani Program Makmur

Pasalnya, harga pembelian pemerintah (HPP) gabah yang menjadi patokan pembelian Bulog untuk pengadaan CBP jauh di bawah dari harga pasar. “Sebenarnya yang paling bahaya jika stok di akhir Desember 1,2 juta ton dan pengadaan dalam dua bulan lebih sedikit tidak mencapai target, bisa jadi di akhir tahun stok Bulog di bawah 500.000 ton,” tegasnya.

Tercatat, hingga Senin (24/10/2022) harga gabah kering panen (GKP) di level petani naik 13,5% dan gabah kering giling (GKG) meningkat 9,2%. Adapun harga beras medium tercata naik sekitar 4,2% menjadi rata-rata Rp 10,700 per kg, di atas HET beras medium sebesar Rp 9.450 per kg – Rp 10.250 per kg.

Berdasarkan pemantauan NFA, Rachmi menyatakan, hanya wilayah Sulawesi Selatan, NTB, dan Yogyakarna yang saat ini masih harga berasnya. “Kepulauan Riau, Kalimantan, Indonesia Timur sudah merah. Rata-rata kenaikan harga di konsumen sudah lebih dari 20% dari HET yang berlaku,” katanya.

Baca Juga  Petani Hortikultura Madiun Panen Cabai Melimpah

Selain itu NFA juga mencatat sebaran stok beras secara nasional hingga pekan kedua mencapai 6,68 juta ton. Mayoritas stok berada di rumah tangga sekitar 49,8%. Kemudian di penggilingan 21,1%, lalu di pedagang 12,3% dan di BULOG hanya sekitar 11,3%. Sisanya sekitar 4,9% tersebar di industri hotel, restoran, dan katering, dan 0,6% berada di Pasar Induk Beras Cipinang.

Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi padi nasional mencapai 32,07 juta ton pada 2022, meningkat 0,72 ton atau 2,29% dibandingkan 2021 yang sebesar 31,36 juta ton. Sedangkan potensi produksi beras nasional sepanjang tiga bulan ke depan pada Oktober-Desember 2022 diperkirakan sebesar 5,90 juta ton, meningkat 0,78 juta ton atau 15,12% dibandingkan 2021 yang berjumlah 5,13 juta ton.

Kepala Bagian Evaluasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Batara Siagian meragukan stok beras dalam negeri kritis. Buktinya, kata dia, ada pemain swasta yakni Wilmar Group yang justru membuka pabrik baru di Sumatera Selatan. “Artinya pelaku usaha swasta yang notabenenya kerjanya bank, masih bisa main. Berarti apa? Barang (beras) ada. Kalau enggak ada, tidak mungkin dia (swasta) bangun pabrik di sana,” ujar Batara.

Baca Juga  Jadi Lembaga Otonom, BULOG Diminta Fokus Urusi Pangan

Batara membeberkan, kapasitas produksi di pabrik baru Wilmar Group itu akan dibangun sama besarnya dengan di Ngawi, Jawa Timur. Dengan demikian, dia yakin persediaan beras di tingkat petani dan penggilingan kini masih melimpah.

Merujuk pada kondisi itu, dia melihat stok cadangan beras pemerintah atau CPB di BULOG bukan merosot karena produktivitas petani, melainkan persaingan ketat dengan swasta. BULOG yang terikat ketentuan harga pembelian di tingkat petani, kata dia, kalah saing dengan perusahaan swasta yang bisa membeli stok dengan harga lebih tinggi.

Batara menuturkan, kalau pun produksi petani menurun, seharusnya hasil panen bulan lalu dapat menutupi keubuhan dua-tiga bulan ke depan. “Di pemerintah itu diskusinya panjang, sedangkan ada orang memainkan peranan yang simpel, tapi dia paling ditakuti di daerah Ngawi sana,” pungkasnya. (raf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *