Tarif Kapal Penyeberangan Ditunda, Gapasdap Ancam Mogok
Jakarta, JP – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunda kenaikan tarif angkutan penyeberangan. Akibat penundaan ini, pengusaha kapal penyebarangan yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) mengancam akan mogok massal.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Hendro Sugiatno mengatakan, institusinya membutuhkan waktu 1-2 hari untuk merevisi aturan yang telah disiapkan sebelumnya.
“Kami tidak membatalkan, hanya koreksi sedikit. Hari ini (aturan) clear,” ujar Hendro seperti dikutip, Rabu (21/9).
Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati mengatakan, pemerintah perlu memastikan agar penyesuaian tarif angkutan penyeberangan mengakomodasi kepentingan semua pihak. Bukan hanya operator, Kemenhub mempertimbangkan dampak kenaikan tarif ke masyarakat pengguna angkutan hingga pelaku logistik dan pengemudi angkutan barang.
“Karena itu, penghitungan harus cermat dan hati-hati,” kata Adita.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Aminuddin Rifai menuturkan, operator kapal menuntut Kementerian Perhubungan segera memberlakukan aturan itu. Operator mengancam akan menggelar demo diikuti 300 orang di kantor Badan Pengelola Transportasi Daerah di Banten.
“Kami menuntut pemerintah memberlakukan KM selambat-lambatnya pada Jumat, 22 September 2022,” ucap Rifai.
Ancaman tersebut tidak sekada pernyataan dari Gapasdap. Puluhan massa anggota dan pengurus Gapasdap Merak, berunjukrasa di depan kantor BPTD Wilayah VIII Banten.
Sekretaris DPP Gapasdap Aminudin Rifai mengatakan, tuntutan kenaikan tiket penyeberangan dan ancaman mogok ini disampaikan terkait peningkatan beban operasional kapal yang terjadi setelah Presiden Jokowi menaikkan harga BBMÂ pada awal bulan ini.
Dia menambahkan, meski kenaikan sudah terjadi sejak tiga minggu lalu, belum ada solusi yang diberikan pemerintah.
“Sekarang pertanyaan itu ke sana, ke Kementerian, mau enggak kapal itu tidak beroperasi di semua lintasan? Kalau menteri mau, ya sudah, lama-lamain saja proses tarif ini, maka itu akan sendirinya, tanpa dikomando tidak akan berorasi,” katanya di kantor BPTD Wilayah VIII Banten, Kota Cilegon, Kamis (22/9).
Dia mengatakan, semenjak harga BBM jenis solar dan pertalite naik, kebutuhan operasional kapal di lintasan Selat Sunda yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera meningkat tajam. Setidaknya satu unit kapal kebutuhan solarnya meningkat menjadi Rp30 juta hingga Rp 40 juta per harinya.
Aminudin Rifai belum menghitung kenaikan harga suku cadang dan biaya lainnya yang dibutuhkan kapal Ferry, paska kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah pusat.
Dengan biaya itu, dia mengatakan jika angkutan dipaksa melayani penyeberangan, Gapasdap akan mengurangi 50 persen kapal yang beroperasi, guna menekan mahalnya biaya produksi.
“(Kapal berhenti beroperasi) bisa jadi kalau tidak ada kemampuan, saya kembalikan ke pengusaha, sekuat apa mereka bisa menerima beban kenaikan BBM. Kalau di Ketapang-Gilimanuk, kapal yang beroperasi sekarang 25, mungkin separuhnya 12 kapal yang bergerak. (Di Merak) separuhnya bisa jadi (berhenti bergerak),” terangnya.
Meski dilibatkan dalam pembahasan kenaikan tarif, namun yang diajukan oleh Gapasdap dilakukan sebelum harga BBM naik. Setelah harga bahan bakar minyak melambung tinggi, idealnya kenaikan tarif pelayaran secara nasional di kisaran 40 persen, sehingga bisa menutup seluruh biaya produksi.
“Harusnya (tarif naik) 40 persen, tapi kami menerima usulan dari kementerian atau ASDP secara nasional, bahwa 23 lintasan komersil dan perintis itu kenaikannya rata-rata 11,79 persen. Kami menerima? tidak, kami tolak,” jelasnya. (raf)