Tag: #IndustriManufaktur

  • MVA Indonesia Tembus Rekor, RI Masuk 12 Besar Negara Manufaktur Dunia

    MVA Indonesia Tembus Rekor, RI Masuk 12 Besar Negara Manufaktur Dunia

    JATIMPEDIA, Jakarta – Indonesia mencetak tonggak penting dalam sektor industri dengan menembus posisi 12 besar dunia berdasarkan Manufacturing Value Added (MVA) pada tahun 2023. Peningkatan tajam nilai tambah industri pengolahan ini menempatkan Indonesia di atas negara-negara ASEAN seperti Thailand dan Vietnam, yang masing-masing hanya mampu mencapai separuh dari capaian Indonesia.

    Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, nilai MVA Indonesia tahun 2023 mencapai USD255,96 miliar, naik 36,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Capaian ini tak hanya menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah, tetapi juga menandai posisi Indonesia setara dengan negara-negara industri mapan seperti Inggris, Rusia, dan Prancis.

    “Struktur manufaktur Indonesia sudah terintegrasi dari hulu ke hilir, dan hal ini memperkuat kontribusi sektor industri terhadap perekonomian nasional,” ujar Menperin dalam siaran pers di Jakarta, Minggu (4/5). Ia menekankan pentingnya keberlanjutan kebijakan strategis yang berpihak pada pelaku usaha dan investasi demi menjaga tren kenaikan MVA.

    Merujuk data Bank Dunia, rata-rata nilai MVA dunia berada di angka USD78,73 miliar dari 153 negara. Sementara, rerata Indonesia dari tahun 1983–2023 mencapai USD102,85 miliar. Dengan capaian tahun 2023, Indonesia mencatatkan lompatan besar dari nilai minimum pada 1983 yang hanya USD10,88 miliar.

    Agus menyebutkan, kebijakan hilirisasi sumber daya alam, perlindungan industri lokal dari produk impor, serta akselerasi pemanfaatan teknologi dan inovasi menjadi fondasi utama pencapaian ini. Industri manufaktur saat ini menjadi penyumbang tertinggi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dengan kontribusi 18,67 persen.

    Tak hanya menjadi tulang punggung ekonomi, sektor ini juga berperan sebagai pencipta lapangan kerja dan penggerak ekspor. Indonesia dinilai memiliki peluang besar untuk terus memperluas akses pasar global, khususnya melalui ekspor produk-produk hilir bernilai tambah tinggi di bidang makanan dan minuman, tekstil, logam, otomotif, serta elektronik.

    Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, pemerintah mengarahkan fokus pada transformasi industri menuju era Making Indonesia 4.0, memperkuat ekosistem industri hijau, serta mendorong kemitraan global guna menyambut ekonomi rendah karbon.(raf)

     

  • Kontribusi Industri Manufaktur Nonmigas Meningkat di Awal 2025, Bukti Ketangguhan Industri Nasional

    Kontribusi Industri Manufaktur Nonmigas Meningkat di Awal 2025, Bukti Ketangguhan Industri Nasional

    JATIMPEDIA, Jakarta – Industri pengolahan nonmigas menunjukkan tren positif pada triwulan I 2025 dengan kontribusi terhadap perekonomian nasional sebesar 17,50 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama di 2024 (17,47 persen) maupun rerata tahunan di 2024 yang tercatat 17,16 persen. Jika dibandingkan dengan kondisi pasca-pandemi pada triwulan II 2022, sektor ini terus menunjukkan peningkatan.

    Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan apresiasinya terhadap pelaku industri di Tanah Air. Menurutnya, capaian ini mencerminkan ketangguhan serta daya saing industri manufaktur nasional, meskipun masih dihadapkan pada tantangan global dan maraknya produk impor murah.

    “Peningkatan ini menjadi sinyal bahwa penguatan struktur industri nasional dari hulu ke hilir terus berjalan, sehingga mampu memberi nilai tambah ekonomi dan membuka lapangan kerja,” jelas Agus dalam keterangan resmi.

    Ia menyebutkan bahwa strategi utama pemerintah untuk memperkuat industri meliputi kebijakan hilirisasi dan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), yang diperkuat lewat reformasi kebijakan TKDN sejak awal 2025. Tujuannya adalah mengurangi ketergantungan pada impor dan menciptakan nilai tambah di dalam negeri.

    Lebih jauh, hilirisasi dianggap penting dalam mendorong transformasi dari ekonomi berbasis bahan mentah menjadi ekonomi berbasis produk jadi. Strategi ini telah menunjukkan dampak luas, mulai dari meningkatnya investasi, penciptaan lapangan kerja, hingga peningkatan ekspor.

    Dengan kombinasi berbagai kebijakan tersebut, pemerintah optimistis bahwa kontribusi sektor manufaktur terhadap ekonomi nasional akan terus meningkat dan menjadi pilar utama pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

    Data dari World Bank menunjukkan bahwa Indonesia masuk ke dalam 12 besar negara manufaktur dunia berdasarkan Manufacturing Value Added (MVA). Pada 2023, nilai MVA Indonesia mencapai USD255,96 miliar—naik 36,4% dari tahun sebelumnya. Capaian ini menjadi yang tertinggi dalam sejarah dan menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara besar seperti Inggris, Rusia, dan Prancis.

    Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa industri pengolahan nonmigas tumbuh 4,31% pada kuartal pertama 2025. Pertumbuhan ini didorong oleh sektor makanan dan minuman yang meningkat 6,04% berkat tingginya permintaan selama Ramadan dan Idulfitri. Selain itu, industri logam dasar tumbuh pesat hingga 14,47% seiring lonjakan permintaan ekspor, khususnya untuk besi dan baja. Sektor kulit dan alas kaki pun naik 6,95%, ditopang oleh permintaan domestik dan ekspor yang meningkat.(raf)

  • Prospek Penjualan Mobil di 2025: Pemulihan Bertahap di Tengah Tantangan Ekonomi

    Prospek Penjualan Mobil di 2025: Pemulihan Bertahap di Tengah Tantangan Ekonomi

    JATIMPEDIA, Jakarta – Industri otomotif nasional diperkirakan akan mengalami pemulihan secara bertahap sepanjang 2025, meskipun masih menghadapi berbagai tantangan. Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Jongkie Sugiarto, mengungkapkan bahwa penjualan kendaraan roda empat di tahun ini diprediksi berada di kisaran 800 ribu hingga 900 ribu unit. Hal ini didasarkan pada realisasi penjualan ritel sepanjang 2024 yang tercatat sebanyak 889.680 unit, mengalami penurunan 10,9 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Jongkie Sugiarto kepada Kompas, Sabtu 8 Maret 2025, menyatakan lonjakan signifikan dalam penjualan mobil tidak akan langsung terjadi dalam waktu dekat, termasuk pada momentum Hari Raya Idul Fitri, mengingat tren penjualan kendaraan selama Ramadhan dan Idul Fitri cenderung stabil dari tahun ke tahun.

    Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalita Situmorang, menambahkan bahwa bulan Ramadhan dan Idul Fitri 2025 masih menjadi periode yang menantang bagi industri otomotif. Hal ini disebabkan oleh jumlah hari kerja yang lebih sedikit serta pergeseran pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan Lebaran. Secara historis, penjualan kendaraan cenderung mengalami perlambatan selama bulan puasa, meskipun terdapat potensi pemulihan pasca-Lebaran. Namun, dalam jangka menengah, berbagai kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat dapat menjadi faktor pendorong pertumbuhan penjualan kendaraan, terutama di segmen mobil penumpang dan kendaraan komersial ringan yang banyak digunakan untuk perjalanan jauh maupun keperluan bisnis.

    Beberapa kebijakan strategis yang dapat mendukung pemulihan sektor otomotif antara lain pencairan tunjangan hari raya (THR) aparatur sipil negara (ASN) lebih awal serta pemberian diskon tarif tol sebesar 20 persen di sejumlah ruas utama guna meningkatkan mobilitas selama musim mudik. Selain itu, pemerintah juga telah menerapkan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 10 persen bagi kendaraan listrik berbasis baterai (EV) dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen, serta 5 persen untuk kendaraan listrik dengan TKDN 20-40 persen. Mobil hibrida yang memenuhi kriteria kendaraan rendah emisi juga mendapat keringanan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3 persen. Bus listrik dengan TKDN minimal 20 persen turut memperoleh insentif PPN DTP sebesar 5 persen.

    Selain insentif fiskal, perbaikan infrastruktur serta kebijakan moneter yang lebih longgar juga berpotensi mendukung pertumbuhan industri otomotif. Jika tren suku bunga global dan domestik terus menurun, maka biaya pembiayaan kendaraan melalui kredit bisa semakin terjangkau, sehingga daya beli masyarakat dapat meningkat. Namun, di sisi lain, harga kendaraan yang masih relatif tinggi serta kebijakan kredit yang lebih ketat bisa menjadi kendala dalam percepatan pemulihan industri otomotif.

    Sementara itu, pasar mobil bekas diperkirakan akan tetap bertumbuh di tahun ini. PT Autopedia Sukses Lestari Tbk, melalui platform ritel omnichannel Caroline.id, optimistis terhadap peningkatan permintaan mobil bekas menjelang Lebaran 2025. Hingga September 2024, volume lelang mobil bekas meningkat 33,1 persen secara tahunan menjadi 92.172 unit, sementara pendapatan dari bisnis lelang naik 37,6 persen menjadi Rp199,04 miliar. Caroline.id juga mencatat peningkatan penjualan mobil bekas sebesar 18,3 persen secara tahunan, dengan total penjualan lebih dari 2.400 unit dalam sembilan bulan pertama 2024. Hal ini berkontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan perusahaan sebesar 35 persen secara tahunan menjadi Rp416,76 miliar.

    Untuk mendukung ekspansi bisnis, Caroline.id mengalokasikan belanja modal sebesar Rp20 miliar hingga Rp30 miliar di tahun ini, termasuk pembukaan cabang showroom ke-17 yang ditargetkan beroperasi pada triwulan kedua 2025. Selain itu, perusahaan juga bekerja sama dengan PT Mandiri Utama Finance (MUF) dalam penyelenggaraan Mobil Bekas Expo (MOBEX) MUF X CAROLINE.ID pada 7-16 Maret 2025 di Caroline.id Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten.

    Presiden Direktur Autopedia Sukses Lestari, Jany Candra, menyatakan komitmennya dalam memperkuat ekosistem bisnis mobil bekas di Indonesia, dengan menghadirkan pilihan kendaraan berkualitas serta layanan yang transparan dan terpercaya. Hingga akhir 2024, perusahaan menargetkan pangsa pasar bisnis lelang mobil bekas di atas 40 persen. Dengan terus meningkatnya volume lelang mobil bekas dan pertumbuhan pendapatan yang signifikan, Caroline.id optimistis dapat meraih kinerja yang lebih baik pada tahun ini.(raf)

  • TPS Tangani Ekspor 2 Unit Locomotive Platform Produksi INKA ke Australia

    TPS Tangani Ekspor 2 Unit Locomotive Platform Produksi INKA ke Australia

    JATIMEPDIA, Surabaya – PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS) berperan dalam rantai logistik sebagai gerbang ekspor dan impor dengan menangani pengiriman dua unit Locomotive Platform produksi PT INKA (Persero) ke Australia pada 12 Februari 2025.

    Locomotive Platform ini berupa underframe tanpa instalasi bogie dan coupler, bagian dari lokomotif Diesel Electric C44 ESACi yang diproduksi oleh UGL Rail Service Pty Ltd. Erika Asih Palupi, Sekretaris Perusahaan TPS, menyatakan kebanggaannya karena TPS dapat berkontribusi dalam ekspor produk anak bangsa ke pasar global.

    Muatan ini termasuk kategori Uncontainerized Cargo (UC) dan diklasifikasikan sebagai Out of Gauge (OOG) atau Over Dimension (OD) karena ukurannya yang besar dan tidak dapat dimuat dalam peti kemas standar. Pengiriman ini memerlukan penanganan khusus, dengan peralatan seperti Reach Stacker, Spreader Bar, Round Sling, Lifting Gear, dan Shackle, serta staf bersertifikat Rigger/Juru Ikat dari Kementerian Ketenagakerjaan RI.

    Senior Manager Humas PT INKA, Nuur Aisyah, mengapresiasi TPS atas kelancaran pengiriman batch pertama ini. Ekspor ini memiliki nilai strategis bagi PT INKA untuk memperluas pasar ke Eropa, dengan komitmen pada quality control sesuai standar global.

    TPS menegaskan bahwa setiap kargo yang ditangani adalah bentuk amanah dan kepercayaan yang harus dijaga. Sebagai bagian dari BUMN Pelindo Terminal Petikemas, TPS dan INKA berkolaborasi dalam mewujudkan misi Hadir Untuk Negeri, memperkuat posisi industri manufaktur Indonesia di pasar internasional.(raf)

  • Industri Pengolahan Nonmigas Tumbuh 4,75% di 2024, Sektor Manufaktur Tetap Jadi Tulang Punggung Ekonomi

    Industri Pengolahan Nonmigas Tumbuh 4,75% di 2024, Sektor Manufaktur Tetap Jadi Tulang Punggung Ekonomi

    JATIMPEDIA, Jakarta – Industri pengolahan nonmigas mencatatkan pertumbuhan 4,75 persen sepanjang 2024, naik dari 4,69 persen di tahun sebelumnya. Sektor manufaktur tetap menjadi penyumbang terbesar terhadap PDB nasional, dengan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,03 persen.

    Pada triwulan IV 2024, industri pengolahan nonmigas tumbuh 4,89 persen, meningkat dari 4,84 persen di triwulan III 2024 dan 4,49 persen pada periode yang sama tahun lalu. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pentingnya kebijakan strategis untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing sektor manufaktur.

    Berdasarkan data BPS, pertumbuhan industri manufaktur 2024 didorong oleh industri logam dasar yang tumbuh 13,34 persen berkat meningkatnya permintaan ekspor. Industri makanan dan minuman tumbuh 5,90 persen, sementara industri barang logam, komputer, elektronik, dan peralatan listrik naik 6,16 persen, didorong oleh tingginya permintaan luar negeri.

    Menperin menyoroti optimisme pelaku industri, sebagaimana tercermin dalam PMI manufaktur dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang tetap di fase ekspansi. Presiden Prabowo Subianto juga berkomitmen mendukung industri dengan kebijakan pro-bisnis seperti perpanjangan program HGBT.

    Ekspor industri pengolahan nonmigas tahun 2024 mencapai USD196,54 miliar, menyumbang 74,25 persen dari total ekspor nasional sebesar USD264,70 miliar, naik 5,33 persen dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, investasi industri manufaktur menembus Rp721,3 triliun atau 42,1 persen dari total investasi nasional, meningkat signifikan dari Rp596,3 triliun di 2023.(raf)

     

  • PMI Manufaktur Indonesia Naik ke 51,9 di Januari 2025, Tertinggi Sejak Mei 2024

    PMI Manufaktur Indonesia Naik ke 51,9 di Januari 2025, Tertinggi Sejak Mei 2024

    JATIMPEDIA, Jakarta – Aktivitas industri manufaktur di Indonesia pada awal tahun 2025 menunjukkan tren positif, dengan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia mencapai level 51,9 pada Januari. Angka ini naik 0,7 poin dari bulan sebelumnya (51,2) dan menjadi yang tertinggi sejak Mei 2024, sebagaimana dirilis oleh S&P Global.

    Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, menyampaikan bahwa peningkatan PMI ini mencerminkan semangat pelaku industri dalam memasuki tahun 2025. “Dengan kepercayaan tinggi dari pelaku industri untuk terus menjalankan usahanya, kami optimistis perekonomian nasional dapat tumbuh positif,” ujarnya di Jakarta, Senin (3/2).

    Tren positif ini didukung oleh peningkatan pembelian bahan baku guna memenuhi lonjakan permintaan pasar dalam beberapa bulan mendatang. S&P Global juga mencatat bahwa tingginya aktivitas produksi mendorong sejumlah perusahaan untuk menambah tenaga kerja selama dua bulan berturut-turut, yang sejalan dengan upaya pemerintah dalam penciptaan lapangan kerja baru.

    Namun, Kemenperin menilai bahwa PMI manufaktur Indonesia bisa lebih tinggi jika kebijakan relaksasi impor produk jadi dicabut dan lebih banyak kebijakan strategis yang pro-bisnis diterapkan. Pasalnya, industri manufaktur masih menjadi sektor utama dalam perekonomian nasional.

    Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen, pemerintah menyiapkan berbagai kebijakan, seperti perpanjangan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), penguatan Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), evaluasi kebijakan impor, serta insentif fiskal dan nonfiskal. Kebijakan ini diharapkan menjaga ketersediaan bahan baku, meningkatkan investasi dan ekspor, serta memperkuat daya saing industri dalam negeri.

    Sektor industri manufaktur juga mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun 2024. Ekspor industri pengolahan nonmigas mencapai USD196,54 miliar, berkontribusi 74,25 persen terhadap total ekspor nasional sebesar USD264,70 miliar, atau naik 5,33 persen dibanding tahun 2023. Sementara itu, realisasi investasi manufaktur menembus Rp721,3 triliun, menyumbang 42,1 persen dari total investasi nasional dan meningkat signifikan dari Rp596,3 triliun di tahun sebelumnya.

    Di tingkat global, PMI manufaktur Indonesia pada Januari 2025 lebih tinggi dibandingkan Taiwan (51,1), Korea Selatan (50,3), China (50,1), Amerika Serikat (50,1), Thailand (49,6), Vietnam (48,9), Jepang (48,8), Malaysia (48,7), Myanmar (47,4), Inggris (48,2), dan Jerman (44,1). Indonesia juga menjadi satu-satunya negara ASEAN yang mengalami kenaikan ekspansif PMI manufaktur dibanding Desember 2024, sementara negara lain mengalami penurunan atau masih berada di level kontraksi.

    Paul Smith, Economics Director S&P Global Market Intelligence, menyatakan bahwa ekspansi manufaktur Indonesia didorong oleh peningkatan output dan optimisme pelaku industri terhadap kondisi pasar di tahun ini. “Perusahaan menaikkan aktivitas pembelian dan meningkatkan inventaris mereka,” ujarnya.

    Dengan momentum positif ini, pemerintah berharap industri manufaktur dapat terus tumbuh dan berkontribusi pada pencapaian target ekonomi nasional.(raf)