Petani Kopi Binaan Freeport Indonesia Ini Hasilkan 1,2 Ton Per Tahun

JATIMPEDIA, Mimika – Petani kopi binaan PT Freeport Indonesia yang tergabung dalam Koperasi Produsen Amungme Gold Coffee (KPAGC) di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, memproduksi kopi gabah (belum dikupas) rata-rata mencapai 1,2 ton per tahun.

Sekretaris KPAGC Ishak Jawame di Timika, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Jumat, menyebutkan saat ini tercatat ada sekitar 170 petani kopi arabika dengan luas lahan mencapai sekitar 39 hektare (ha).

“Mereka tersebar di lembah dataran tinggi Amungme yang meliputi wilayah Tsinga, Hoea, Aroanop dan Banti Opitawak,” katanya.

Ishak menyebutkan KPAGC memiliki rumah produksi kopi sendiri sehingga memudahkan petani dalam menjual hasil kopi.

KPAGC membangun dan mengoperasikan Rumah Kopi Amungme Gold (RKAG) sejak 29 Juli 2022. RKAG bergerak di bidang usaha “food and beverage” dan kopi kemasan.

Baca Juga  Hingga Oktober 2022, Proyek Smelter Freeport Capai 45,5 Persen

RKAG menjalankan usaha kafe yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan biji kopi. RKAG merupakan bentuk hilirisasi dari program pengembangan kopi di dataran tinggi di mana hasil biji kopi dari petani diserap, diolah dan dipasarkan.

Sementara itu Section Head Pembinaan dan Pengembangan UMKM PT Freeport Indonesia Verdy Abdullah mengatakan, pihaknya mendampingi petani mulai dari penanaman, pemeliharaan hingga pengolahan produknya.

“Melalui program pengembangan masyarakat, ada pembinaan dan pendampingan kepada petani kopi di dataran tinggi Mimika,” kata Verdy.

Sementara itu Liason Officer Highland Development PT FI Harony Sedik menjelaskan program budidaya kopi arabika di dataran tinggi Mimika dimulai pada tahun 1998.

Harony yang mendampingi petani kopi di daerah itu mengatakan pendampingan yang dilakukan meliputi pembibitan, penanaman, perawatan, penyuluhan dan pelatihan.

Baca Juga  Wow, Desa Wae Rebo NTT Jadi Desa Tercantik Kedua di Dunia

Pada tahun 2023, jumlah bibit kopi arabika yanh disebarkan di dataran tinggi mencapai 15.000 pohon.

Ia menyebutkan kendala dalam pendampingan kepada petani kopi antara lain isu keamanan.

“Kami tidak bisa setiap saat memantau kegiatan petani dalam menangani tanaman kopi,” katanya.

Menurut masalah transportasi juga menjadi kendala dalam pengembangan kopi di dataran tinggi.

“Pengangkutan hasil panen kopi hanya bisa melalui jalur udara, tidak bisa melalui jalur darat,” kata Harony. (raf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *