OJK Cabut Izin Dua Perusahaan Pinjaman Online

JATIMPEDIA, Jakarta – Pengembalian izin usaha dari dua penyelenggara fintech p2p lending sebagai penyedia layanan pinjaman online (pinjol) telah disetujui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di sisi lain, ada satu penyelenggara yang bisa menyusul karena masalah permodalan.

Dua perusahaan penyedia pinjol yang mengembalikan izin usahanya kepada OJK adalah PT Akur Dana Abadi (Jembatan Emas) dan PT Semangat Gotong Royong (Dhanapala). Langkah OJK untuk melakukan pencabutan izin usaha itu setelah kedua entitas memutuskan untuk mengembalikan izin usahanya.

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, Aman Santosa menjelaskan, pencabutan izin usaha Jembatan Emas ditetapkan melalui Keputusan Dewan Komisioner Nomor KEP-33/D.06/2024 tanggal 3 Juli 2024. Jembatan Emas beralamat di Gedung Senayan Business Center, Jl. Senayan No. 39, Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

“Jembatan Emas  mengajukan permohonan pengembalian izin usaha sebagai Penyelenggara LPBBTI (fintech p2p lending) karena belum dapat mengimplementasikan ketentuan permodalan terkait ekuitas minimum dan pemenuhan jumlah Direksi,” ungkap Aman dalam keterangannya, dikutip Minggu (14/7/2024).

Baca Juga  OJK Perkuat Ketahanan dan Integritas Industri Jasa Keuangan Indonesia

Sedangkan untuk Dhanapala, pencabutan izin usaha ditetapkan melalui Keputusan Dewan Komisioner Nomor KEP-35/D.06/2024 tanggal 5 Juli 2024. Dhanapala beralamat di Ciputra World 2, Lantai 15, Jl. Prof. DR. Satrio Kav 11, Karet Semanggi, Jakarta Selatan.

“Permohonan pengembalian izin usaha (Dhanapala) sebagai Penyelenggara LPBBTI sebagai langkah strategis pemegang saham untuk melakukan sentralisasi kegiatan usaha LPBBTI pada satu entitas, karena saat ini grup pemegang saham dari PT Semangat Gotong Royong memiliki dua entitas yang menjalankan kegiatan usaha LPBBTI,” urai Aman.

Dengan telah dicabutnya izin usaha dimaksud, OJK akan tetap melakukan tiga hal pemantauan terhadap kewajiban Jembatan Emas dan Dhanapala. Pertama, dengan memastikan bahwa Jembatan Emas dan Dhanapala menghentikan kegiatan usaha pada industri fintech p2p lending.

Kedua, agar Jembatan Emas dan Dhanapala masing-masing menyelenggarakan rapat umum pemegang saham dengan agenda pembubaran badan hukum dan pembentukan tim likuidasi, paling lambat 30 hari sejak pencabutan izin usaha. Ketiga, melakukan penyelesaian hak dan kewajiban kepada konsumen dan pihak ketiga.

Baca Juga  Pupuk Indonesia Gandeng MDI Venture Perkuat Digitalisasi Sektor Pertanian

“Selanjutnya Pemegang Saham, Pengurus, dan/atau pegawai Jembatan Emas dan Dhanapala dilarang mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, menggunakan kekayaan, dan/atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset Jembatan Emas dan Dhanapala,” kata Aman.

Adapun dalam upaya memberikan kepastian hukum untuk pelindungan konsumen dan pihak terkait lainnya, Jembatan Emas dan Dhanapala wajib melakukan likuidasi dan menyediakan narahubung untuk Pusat Informasi dan Layanan Pengaduan Konsumen dan Masyarakat.

OJK pada medio Oktober 2023 lalu sebenarnya juga telah mengumumkan sedang memproses dua penyelenggara yang berniat mengembalikan izin usaha. Dengan diterimanya pengembalian usaha dan ditindaklanjuti dengan pencabutan izin usaha tersebut dari Jembatan Emas dan Dhanapala, maka saat ini terdapat sebanyak 98 entitas dari sebelumnya 100 entitas fintech p2p lending.

Baca Juga  AXA Mandiri Hadirkan Asuransi Mandiri Masa Depan Sejahtera, Bantu Wujudkan Cita-Cita Anak untuk Pasti Bisa Kuliah

Berkaca pada kasus Jembatan Emas yang tak bisa memenuhi ketentuan modal minimum, ada satu penyelenggara lain yang kini disebut mengalami persoalan hal serupa. Praktis, entitas yang dimaksud juga punya risiko sama untuk berakhir mengembalikan izin usahanya.

Sebelum pengumuman pencabutan izin Jembatan Emas dan Dhanapala, Kepala Eksekutif Pengawas PVML OJK, Agusman menerangkan bahwa saat ini terdapat 1 dari 100 fintech p2p lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum sebesar Rp 2,5 miliar.

“Hal ini disebabkan antara lain karena belum dilakukannya penyuntikan modal atau proses peningkatan permodalan yang sedang dilakukan belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” jelas Agusman.

Lebih lanjut, OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan terkait progress action plan upaya pemenuhan kewajiban ekuitas minimum entitas tersebut. Action plan dapat berupa injeksi modal dari pemegang saham, maupun dari strategic investor yang kredibel, dan juga tentu pengembalian izin usaha.(raf)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *