Mampukah Indonesia Maju di Era AI, Sebuah Tantangan dan Skill Baru

JATIMPEDIA,Surabaya – Gelombang otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI) menjadi populer di tahun 2025, dan nyata mengubah wajah dunia kerja dan bisnis. World Economic Forum (WEF) mencatat lebih dari 50% keterampilan yang saat ini dibutuhkan pekerja akan berubah drastis dalam lima tahun ke depan. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius “mampukah Indonesia bersaing di era AI atau justru tertinggal”.

Fenomena ini sejatinya bukan ancaman semata akan tetapi sebuah revolusi dalam sektor bisnis. Perubahan juga membuka peluang bagi mereka yang mampu menyiapkan diri. BeData, perusahaan riset berbasis data yang berdiri sejak 2022, menilai bahwa keterampilan inti masa depan adalah kombinasi antara human skill, researh data dan data skill. Melalui BeData Academy, mereka mendorong pelatihan mulai dari data analyst, business intelligence, hingga AI agent training bagi anak muda yang ingin menaikkan peluang kerja untuk kedepannya.

Baca Juga  Pinjol Raup Laba Rp 233,71 Miliar hingga Februari 2025

“Era AI menuntut kita untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta solusi berbasis data. Itulah yang bisa menjaga relevansi Indonesia di pasar global,” tambah Daffa.

Meski tantangannya besar, peluang untuk maju masih terbuka. Indonesia punya modal demografi muda yang besar. Jika diarahkan pada skill masa depan seperti analytical thinking, problem solving, data literacy, dan kreativitas, maka tenaga kerja nasional bisa bersaing dengan negara lain.

Oleh karena itu, langkah konkret perlu segera dilakukan. Pertama, memperluas akses pelatihan teknologi dan data di berbagai daerah. Kedua, mendorong perusahaan untuk berinvestasi pada program upskilling karyawan, bukan sekadar efisiensi berbasis teknologi. Ketiga, membangun ekosistem riset dan inovasi yang menghubungkan industri, akademisi, dan pemerintah.

Baca Juga  Konsisten Bagikan Dividen, BJTM Sabet Penghargaan High Dividen dari Indeks52

Jika langkah-langkah tersebut dijalankan, target Indonesia untuk menjadi negara berbasis ekonomi pengetahuan (knowledge-based economy) pada dekade ini masih mungkin tercapai. Namun tanpa kesiapan nyata, ancaman kehilangan daya saing akan semakin dekat. (REF)