Kisah Murid Sekolah Rakyat Banyuwangi Belajar Mandiri

JATIMPEDIA, Banyuwangi – Adalah Naura Masita, siswi kelas 1 SD Sekolah Rakyat. Murid Sekolah Ralyat di Desa Paspan, Kecamatan Glagah, menceritakan keseharaiannya selama melaksanakan pendidikan di sekolah rakyat.

Sudah tiga pekan Naura tinggal di asrama, bersama 107 anak lainnya. Ia menjalani rutinitas baru yang penuh warna, bukan sekadar sekolah biasa, Sekolah Rakyat Banyuwangi adalah rumah kedua yang mengajarkan anak-anak tentang arti hidup mandiri, disiplin, dan berbagi.

Program Sekolah Rakyat yang dimulai 14 Juli 2025 ini menjadi terobosan pendidikan berbasis karakter. Berlokasi di kaki Gunung Ijen, sekolah ini menawarkan lingkungan belajar yang terintegrasi dengan asrama.

“Kami ingin menciptakan ekosistem pendidikan yang membentuk karakter anak. Bukan hanya akademik, tapi juga keterampilan hidup,” ujar Kepala Sekolah Rakyat Banyuwangi, Chitra Arti Maharani.

Baca Juga  Libur Lebaran, Pemkab Banyuwangi Siapkan Aneka Atraksi Seni budaya

Dalam satu hari, para siswa punya jadwal padat tapi teratur. Dimulai sejak Salat Subuh berjemaah, olahraga pagi, mandi, dan apel. Mereka kemudian melaksanakan salat Dhuha sebelum pembelajaran dimulai pukul 07.00.

Untuk SD kelas bawah (1–3), pembelajaran selesai pukul 12.00. Kelas 4–6 berakhir pukul 13.30, sementara SMP dan SMA belajar hingga pukul 15.00. Di antara itu, mereka punya waktu untuk salat Zuhur dan makan siang bersama.

Yang menarik, setiap anak dibimbing kakak asuh dari jenjang SMA. Kakak asuh ini menjadi pendamping harian, mulai membantu mencuci, menjemur, membersihkan kamar, hingga menanamkan kebiasaan baik.

“Kita latih mereka untuk bisa merawat diri, menjaga barang pribadi, dan bekerja sama dalam kebersihan lingkungan. Hal-hal sederhana, tapi membentuk karakter mereka,” kata Chitra.

Baca Juga  Gubernur Khofifah Bangga Vaksin Karya Ilmuwan Unair Atasi Covid-19

Di luar jam belajar, anak-anak tidak langsung istirahat. Masih ada kegiatan tambahan seperti penguatan Bahasa Inggris, teknologi informasi dan komunikasi, mengaji, hingga kepanduan.

Hari Sabtu diisi dengan ekstra pilihan seperti silat, tari, dan hadrah menjadi favorit siswa. Sedangkan Minggu adalah waktu untuk bersih-bersih lingkungan asrama, istirahat, dan berkumpul dengan keluarga yang datang menjenguk.

Tak hanya pendidikan dan karakter, asupan gizi juga menjadi perhatian utama. Makanan disajikan tiga kali sehari lengkap dengan dua kali camilan. Semuanya diawasi langsung oleh Dinas Kesehatan Banyuwangi.

“Hasilnya sudah mulai terlihat. Anak-anak makin disiplin, mandiri, dan senang mengikuti kegiatan bersama. Bahkan mereka sudah ikut paskibra, gerak jalan, dan jalan sehat desa untuk menyambut HUT RI ke-80,” ujar Chitra.

Baca Juga  Menteri PU : Sekolah Rakyat Tahap II Ditagetkan Selesai Juni 2026

Sekolah Rakyat ini bukan sekadar tempat menuntut ilmu, bagi anak-anak seperti Naura, tempat ini menjadi ruang tumbuh yang menyenangkan. Ruang di mana mereka belajar lebih dari sekadar membaca dan berhitung, tetapi juga mencuci, menyapu, memimpin doa, hingga berbagi cerita dengan teman-teman dari berbagai daerah.

“Naura sekarang sudah bisa menyapu kamar sendiri. Dulu suka menangis kalau jauh dari rumah, sekarang malah jarang nelpon,” cerita salah satu wali murid yang datang di hari kunjungan.

Dengan pendekatan menyeluruh — pendidikan, spiritual, sosial, hingga gizi, Sekolah Rakyat Banyuwangi menjadi model pendidikan yang menghidupkan harapan. KAwasan Sekolah Rakyat Banyuwangi yang jauh dari hiruk-pikuk kota, diharpkan bisa lahir generasi tangguh yang siap mengukir masa depan, dengan kemandirian. (sat)