Pembalikan rugi menjadi laba ini memperlihatkan performa Garuda yang jauh lebih sehat dibandingkan performa sebelumnya. Di antara bukti pemulihannya dapat dilihat dari pendapatan usaha perseroan yang naik signifikan.

Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi kuartal III-2022 yang dipublikasikan pada Kamis (3/11/2022), maskapai pelat merah itu berhasil membukukan kenaikan pendapatan usaha sekitar 60% menjadi US$ 1,5 miliar dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar US$ 939 juta.

Adapun pendorong pendapatan emiten berkode saham GIAA hingga September 2022 tersebut adalah penerbangan berjadwal yang tercatat melonjak menjadi US$ 1,15 miliar dari US$ 732 juta.

Begitu pula dengan penerbangan tidak berjadwal yang melesat 171% menjadi US$ 162 juta dari US$ 59,8 juta. Pendapatan dari segmen lainnya juga ikut terkerek naik 27% menjadi US$ 185 juta dari US$ 146 juta.

Baca Juga  Hadapi Lebaran 2024, Garuda Indonesia Siapkan 1,4 Juta Kursi

GIAA juga tergolong sukses dalam menurunkan beban usaha. Terbukti, beban usaha menyusut dari US$ 1,98 miliar menjadi US$ 1,85 miliar. Penyusutan paling kontras tampak dari efisiensi di sektor beban operasional penerbangan dan beban pemeliharaan serta perbaikan. Termasuk, beban bandara yang berkurang menjadi US$ 106 juta dari US$ 120 juta.

Pada pos pendapatan usaha lainnya juga meraup keuntungan sebesar US$ 4,2 miliar dari sebelumnya rugi US$ 729 juta. Kontributor utama yang membuat pos pendapatan usaha lain ini adalah pendapatan dari restrukturisasi utang sebesar US$ 2,8 miliar dan keuntungan dari restrukturisasi pembayaran sebesar US$ 1,3 miliar.

Sampai laporan keungan ini diterbitkan, total liabilitas GIAA mencapai US$ 8,2 miliar atau setara Rp 130 triliun, defisit dibandingkan periode Desember 2021 yang sebesar US$ 12,2 miliar. Sedangkan ekuitas perseroan sebesar US$ 2,4 miliar atau Rp 37,8 triliun dibandingkan posisi pada Desember 2021 yang sebesar US$ 6,1 miliar. Alhasil, total aset perseroan pun merosot menjadi US$ 5,8 miliar dari semula US$ 7,1 miliar.

Baca Juga  KAI dan GMFI Jajaki Kerja Sama Perawatan Sarana KA

Sebelumnya, dalam laporan keuangan Garuda pada semester I-2022, perseroan mencatatkan laba bersih senilai US$ 3,76 miliar atau sekitar Rp 56,4 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per dolar AS). Angka itu melonjak dari paruh pertama tahun lalu, di mana perseroan mencatatkan rugi bersih US$ 898,65 juta.

Laba signifikan GIAA pada enam bulan pertama 2022 tersebut ditopang oleh pendapatan restrukturisasi utang senilai US$ 2,85 miliar.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra baru-baru ini memproyeksikan kinerja perseroan sampai kuartal IV-2022 akan positif, sejalan dengan upaya perseroan mengimplementasikan langkah restrukturisasi di berbagai lini bisnis.

Keyakinan itu, kata Irfan, didorong oleh potensi meningkatnya permintaan masyarakat pada periode peak season akhir tahun dan realisasi aksi korporasi salah satunya optimalisasi alat produksi melalui percepatan program restorasi armada.

Baca Juga  Erick Tohir : Armada Garuda dan Citilink Ditambah 2 Kali Lipat

Tingginya permintaan penumpang di kuartal IV-2022 nanti sekaligus menunjukkan proyeksi pertumbuhan yang menjanjikan lantaran dari total ketersediaan kursi sekitar 2,7 juta kursi untuk periode Oktober-Desember 2022, tingkat permintaan penumpang jelang kuartal IV-2022 sudah berkisar 84%.

Irfan mengaku optimistis, angka tersebut akan dinamis sejalan dengan program restorasi armada yang sedang berlangsung dan melonjaknya permintaan pasar di periode peak season Natal dan Tahun Baru mendatang.

“Melalui pelaksanaan restorasi armada yang kami optimalkan khususnya di akhir 2022 ini, Garuda Indonesia Group memproyeksikan dapat mengoperasikan sedikitnya 119 armada yang terdiri dari 61 armada Garuda Indonesia dan 58 armada Citilink,” tutup Irfan. (raf)