Danantara dan SGN Siapkan Dana Rp 1,6 Triliun untuk Serap Gula Petani
JATIMPEDIA, Surabaya – PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) memastikan program penyerapan gula petani sudah mulai berjalan. Saat ini Danantara bersama SGN sudah menyiapkan dana sebesar Rp 1,6 triliun untuk menyerap gula dari petani.
Dari total gula rakyat yang belum terserap, tahap awal penyerapan mencapai 30.000 ton yang terdiri dari 20.000 ton oleh ID Food dan 10.000 ton oleh RNI. “Masih ada sekitar 84 ribu ton yang belum terserap, tapi pedagang sudah berkomitmen ikut menyerap. Harapan kami, dalam sebulan semua pembelian bisa rampung karena dananya sudah disiapkan oleh Danantara bersama kami,” kata Direktur Utama PT SGN Mahmudi dalam rakor yang digelar di SGN Surabaya, Senin (25/8).
Rakor tersebut juga dihadiri oleh Plt Direktur Jenderal Perkebunan, Abdul Roni Angkat, Direktur Aset PTPN III Holding Komjen Pol (Purn) Agung Setya Imam Effendi, Direktur Produksi PTPN III Holding Rizal H. Damanik, Koordinator Intelijen Kejati Jatim Andrianto Budi Santoso, serta Wakil Direktur Kriminal Khusus Polda Jatim AKBP Lintar Mahardhono.
Mahmudi menambahkan, SGN mendukung penuh program replanting tebu 100.000 hektar yang ditargetkan pemerintah tahun ini. Dengan tambahan produksi 500.000 ton, target swasembada gula konsumsi 2026 diyakini bisa tercapai.
Sementara itu, Sekjen DPP Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sunardi Soekanto, mengingatkan pemerintah agar benar-benar menindak kebocoran gula rafinasi. “Ada 11 pabrik gula rafinasi yang mendapat izin impor. Itu harus ditelusuri: berapa kuotanya, berapa yang digiling, dan ke mana disalurkan. Jika ada penyimpangan, harus ada penegakan hukum tegas,” ujarnya.
Sunardi menilai, salah satu akar masalah tidak terserapnya gula petani adalah peredaran gula rafinasi dengan harga jauh lebih murah. HPP gula rafinasi sekitar Rp11.000 per kilogram, sedangkan HPP gula petani ditetapkan Rp14.500. Selisih harga inilah yang menimbulkan distorsi di pasar.
Dari sisi hulu, pemerintah sudah menyiapkan revitalisasi tanaman tebu melalui program bongkar ratoon. Abdul Roni optimistis, dengan produksi mencapai 3,2 juta ton pada 2026, kebutuhan konsumsi nasional sebesar 2,9 juta ton bisa dipenuhi tanpa impor. “Tugas kita adalah mengawal distribusi. Kalau hilir terganggu karena rafinasi ilegal, program akan gagal. Kolaborasi semua pihak menjadi kunci,” ujarnya.
Pemerintah pusat bersama aparat penegak hukum menyatakan sikap tegas terhadap maraknya peredaran gula rafinasi yang bocor ke pasar konsumsi. Melalui Rapat Koordinasi Pengawasan Peredaran Gula Kristal Rafinasi (GKR) dan Pengembangan Kawasan Tebu 2025 di Kantor SGN Surabaya, Senin (25/8/2025), seluruh pemangku kepentingan sepakat memperketat pengawasan sekaligus mempercepat penyerapan gula petani.
Plt Direktur Jenderal Perkebunan, Abdul Roni Angkat, menegaskan gula rafinasi seharusnya hanya diperuntukkan bagi industri, bukan dijual di pasar ritel. “Pesannya jelas, penegakan hukum nyata agar gula yang tidak semestinya dikonsumsi masyarakat tidak beredar. Kita ingin menertibkan bersama dengan Kejaksaan, Polri, dan petani tebu,” ujarnya.
Menurut Roni, langkah pertama yang akan dilakukan adalah penegakan hukum. Aparat dari Polri dan Kejaksaan akan mempertegas aturan main, sementara Kemendag akan memperjelas definisi serta peruntukan antara gula kristal putih (GKP) dan gula rafinasi. Ia menekankan, jika ada pelanggaran, masyarakat dapat melapor langsung ke Diskrimsus Polda maupun Intel Kejaksaan. (eka)