Cukai Rokok Naik 10 Persen, Perokok Siap-siap Rogoh Kocek Lebih Banyak
Jakarta, JP – Para perkok sebentar lagi harus bersiap merogoh kocek lebih dalam jika ingin merokok. Sebab, pemerintah secara resmi menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok dengan rata-rata 10%, di mana kenaikan tersebut akan berbeda setiap golongannya.
Adapun rincian kenaikannya adalah golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM) meningkat rata-rata 11,5 – 11,75%, Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 12%, dan terakhir Sigaret Kretek Pangan (SKP) sebesar 5%.
Dalam keterangan usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (3/11), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut Jokowi telah sepakat untuk mengerek tarif cukai rokok sebesar 10% pada 2023. Begitu juga 2024 mendatang sebesar 10%.
“Dalam keputusan hari ini, Presiden telah menyetujui untuk menaikkan cukai rokok sebesar 10% untuk 2023 dan 2024,” kata Sri Mulyani.
Sementara itu, pemerintah juga memutuskan untuk mengerek tarif cukai rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Kenaikan ini juga akan berlangsung selama lima tahun ke depan.
“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” kata Sri Mulyani.
Kenaikan tarif cukai rokok elektrik dan HPTL merupakan perintah langsung dari Jokowi, selain kenaikan tarif CHT. Dalam penetapan CHT, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.
Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.
Pertimbangan selanjutnya, tambah Sri Mulyani, yaitu mengenai konsumsi rokok yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.
“Yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan,” katanya.
“Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” imbuh Sri Mulyani. (raf)