BI Optimis Pertumbuhan Ekonomi Lampaui 5,5 Persen di Kuartal III-2022
Jakarta, JP – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meyakini pertumbuhan ekonomi kuartal III-2022 mampu melampaui 5,5% (year on year/yoy). Proyeksi ini lebih baik dibandingkan kinerja ekonomi kuartal I dan II yang masing-masing tumbuh 5,01% dan 5,44%.
“Kami masih optimis kuartal III masih lebih tinggi dari 5,5%,” kata Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (3/11).
Perry menyebut ada beberapa faktor positif yang membuatnya optimistis terhadap kinerja ekonomi kuartal III, di antaranya indeks harga penjualan, indeks harga konsumen, pertumbuhan kredit yang tinggi, neraca transaksi berjalan, dan kinerja ekspor yang baik.
Bahkan, pertumbuhan kredit tahun ini diprediksi tembus di kisaran 9-11% dan akan terus tumbuh pada 2023. Hal ini ditopang meningkatnya faktor permintaan dari dunia usaha yang disuplai oleh perbankan.
“Untuk kredit kami perkirakan bahwa tahun depan perkiraan kredit bisa sampai 10-12%,” jelasnya.
Perry menambahkan, hingga saat ini, kondisi likuiditas perbankan masih longgar yng tercermin dari alat likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) di perbankan masih di atas 27,35%. Rasio ini tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit.
Di sisi lain, meningkatnya suku bunga acuan yang ditetapkan Bank Indonesia tidak perlu langsung direspon oleh perbankan. Perry menyatakan naiknya suku bunga acuan tidak lantas membuat perbankan harus buru-buru menaikkan bunga kreditnya.
“Dampak kenaikan suku bunga acuan ke suku bunga kredit akan lebih lama karena likuiditas longgar. Jadi bank tidak harus buru-buru naikkan suku bunga kredit karena likuiditas kami jaga sangat longgar,” sambungnya.
Kemudian, insentif dari KSSK yang berkaitan dengan perbankan untuk menyalurkan kredit juga masih diberikan dalam bentuk insentif makroprudensial, diantaranya memperpanjang kebijakan uang muka atau down payment (DP) 0% untuk kredit pembelian kendaraan bermotor (mobil/motor), serta relaksasi rasio loan to value atau financing to value (LTV/FTV) kredit properti.
Kemudian, adanya insentif kewajiban giro minimum (GWM) 1,5% hingga 2% untuk penyaluran kredit ke 42 sektor prioritas termasuk UMKM. Selanjutnya standar penyaluran kredit perbankan yang masih cukup memadai.
“Berdasarkan survei BI menunjukkan risk appetite, keinginan, dan lending standar perbankan dalam menyalurkan kredit masih positif. Sedangkan dari sisi demand, ekonomi konsumsi, investasi masih tumbuh tetap tingkatkan kredit,” ujarnya. (raf)