Soal Pengurangan LPG 3 Kg, Pertamina Tunggu Pemerintah
Jakarta, JP – Wacana pengurangan subsidi gas LPG 3 Kg atau tabung melon terus menggelinding. Meski demikian PT Pertamina Patra Niaga mengaku hingga kini masih melaksanakan penugasan untuk memenuhi kebutuhan LPG di masyarakat.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya masih menunggu arahan regulator terkait pengurangan tersebut. “Kita tunggu arahan regulator ya mba,” kata Irto Ginting, Minggu (18/9).
Dijelaskan, pihaknya mendukung program pengalihan kompor gas ke kompor listrik yang dicanangkan pemerintah. Dengan begitu, lanjutnya, masyarakat bisa punya pilihan alternatif lebih banyak terkait energi.
“Dengan demikian, masyarakat punya alternatif lebih banyak untuk energi,” jelasnya.
Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, peredaran elpiji 3 Kg atau tabung melon di beberapa daerah akan dikurangi. Penarikan tabung akan dikurangi secara bertahap terutama bagi daerah yang sudah memperoleh jatah penyediaan paket kompor induksi secara gratis kepada masyarakat.
“Peredaran elpiji 3 kg secara bertahap dikurangi pada daerah yang telah didistribusikan paket kompor induksi,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Ketenagalistrikkan Dadan Kusdiana lewat pesan singkat, Selasa (13/9).
Dadan menjelaskan, Kementerian ESDM bersama PLN telah menyediakan paket kompor induksi sebagai konversi elpiji 3 kg. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) ini menyampaikan, saat ini sudah ada beberapa pabrikan kompor dalam negeri yang sanggup memproduksi kompor induksi di atas 500.000 unit per tahun. Adapun konsumsi energi kompor induksi berada di kisaran 9 Kwh.
Kompor tersebut juga dilengkapi dengan media komunikasi data. “Di dalam paket juga termasuk penggantian pembatas daya untuk penggunaan kompor induksi pemasangan tambahan instalasi pemanfaatan tenaga listrik,” ujar Dadan.
Sementara itu, menurut Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo pihaknya telah menyiapkan program konversi tahun depan dengan menyasar 5 juta keluarga penerimaan manfaat. Dia memproyeksikan program ini dapat menghemat Rp 5,5 triliun per tahun.
Selanjutnya, apabila jumlah keluarga penerimaan manfaat mencapai 15,3 juta, maka proyeksi penghematan APBN bisa mencapai Rp 16,8 triliun per tahun.
“Saving ini dari mana? Ini dari fakta bahwa per kilogram elpiji biaya keekonomiannya sekitar Rp 20 ribu, sedangkan biaya keekonomian (kompor induksi) sekitar Rp 11.300 per kilogram listrik ekuivalen,” kata Darmawan beberapa waktu lalu.
PLN telah melakukan uji klinis terhadap 2.000 proyek percontohan di Solo dan Bali. “Dari sampel 23 keluarga penerima manfaat, ada saving APBN sekitar Rp 20 juta per tahun,” kata Darmawan.
Berdasarkan hitungan PLN, ia menyebut, konversi elpiji 3 kg ke kompor induksi dalam skala yang lebih besar mampu menghemat APBN Rp 330 miliar per tahun untuk 300 ribu keluarga penerima manfaat pada 2022. (raf)