Industri Otomotif RI Belum Terpengaruh Tarif Baru AS, Namun Perlu Waspadai Efek Lanjutan
JATIMPEDIA, Jakarta — Kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, belum berdampak langsung pada industri otomotif nasional. Hal ini disampaikan Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Kukuh Kumara, yang menegaskan bahwa saat ini Indonesia tidak melakukan ekspor kendaraan secara langsung ke AS, dan impor dari AS pun hanya berupa kendaraan utuh (CBU). “Kita tak terdampak karena tak ada ekspor ke AS, dan impor produk otomotif dari AS dalam bentuk utuh,” ujarnya seperti dikutip dari Kumparan.
Senada, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, mengatakan bahwa meski tidak terkena imbas langsung, Indonesia tetap perlu mencermati dampak lanjutan dari kebijakan tersebut, terutama dari sisi ekonomi makro. “Seperti pelemahan kurs rupiah dan pelemahan ekonomi karena sektor lain yang terdampak,” ujar Bob.
Menurut Bob yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Ketenagakerjaan di APINDO, efek domino dari kebijakan ini bisa berpengaruh pada sektor komponen otomotif, terutama yang berkaitan dengan teknologi tinggi. Selain itu, kenaikan suku bunga dan penurunan daya beli masyarakat akibat tekanan ekonomi juga bisa menekan penjualan kendaraan dalam negeri. “Kita percayakan kepada pemerintah membuat kebijakan. Mudah-mudahan bisa diredam dan kita bisa ubah,” tambahnya.
Sementara itu, Kukuh menjelaskan bahwa Indonesia saat ini belum mengekspor kendaraan langsung ke AS, namun peluang tetap terbuka ke depan. “Karena tarif tinggi ini kan yang membayar konsumen yang di sana. Kalau barangnya diminati dan butuh, mereka pasti akan impor,” tuturnya.
Indonesia sendiri tercatat mengekspor kendaraan CBU ke sejumlah negara di Amerika Latin seperti Meksiko, Uruguay, Panama, dan Chile. Namun, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, mengingatkan pentingnya diversifikasi pasar ekspor dan perlunya strategi mitigasi dari pemerintah. “Tak hanya di AS, tetapi juga untuk pasar global lainnya, khususnya BRICS yang Indonesia sudah tergabung di dalamnya,” katanya.
Kekhawatiran juga datang dari Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM). Sekretaris Jenderal GIAMM, Rachmat Basuki, menyebut bahwa kebijakan tarif AS terhadap China bisa menyebabkan banjirnya produk komponen murah dari China ke pasar Indonesia. “Produk-produk murah dari China, terutama untuk kebutuhan aftermarket, dikhawatirkan akan memperlemah daya saing produk lokal,” ujarnya.
Untuk itu, GIAMM mendorong penguatan hambatan non-tarif seperti penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) guna menjaga keberlangsungan industri komponen nasional. Meski menghadapi tantangan, Rachmat menyatakan optimisme bahwa peluang pasar Amerika masih terbuka lebar. “Selama tarif yang dikenakan terhadap Tiongkok tak lebih rendah dari kita, produsen dalam negeri masih punya peluang untuk bersaing,” pungkasnya.(raf)