Gapasdap Usulkan Penambahan Armada Kapal Urai Kepadatan Penyeberangan Ketapang – Gilimanuk
JATIMPEDIA, Banyuwangi – Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) menilai, salah satu solusi untuk mengurai kemacetan akibat antrean panjang kendaraan di Pelabuhan Merak-Bakaheuni dan Ketapang-Gilimanuk adalah dengan menambah jumlah dermaga
Kepala Bidang Usaha dan Pentarifan Dewan Pimpinan Pusat Gapasdap Rachmatika Ardiyanto, di Surabaya, Sabtu mencontohkan, untuk antrean kendaraan khususnya roda empat yang akan memasuki kapal feri di Pelabuhan Merak pada musim lebaran Idul Fitri lalu membutuhkan waktu hingga 18 jam dan berlangsung selama lima hari.
“Pada hari-hari tertentu khususnya saat musim liburan selalu terjadi antrean panjang kendaraan di Pelabuhan Merak-Bakaheuni dan Ketapang-Gilimanuk. Antrean terpanjang biasanya terjadi saat musim liburan Idul Fitri,” kata Rachmatika.
Gapasdap menyatakan tidak sependapat dengan hasil kajian pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Ditjenhubla Kemenhub) yang menyebut kemacetan di Pelabuhan Merak-Bakaheuni dan Ketapang-Gilimanuk disebabkan ukuran kapal feri kurang besar.
Selain itu, kecepatan kapal feri juga dinilai lambat, sehingga untuk kapal-kapal yang beroperasi saat ini harus diganti atau menyesuaikan dengan kebutuhan jumlah penumpang.
“Hasil kajian dari Ditjen Kemenhub lainnya juga menyebut salah satu solusinya adalah penambahan dermaga dan kami sepakat dengan yang satu ini,” ujar Rachmat, sapaan akrabnya.
Ia menambahkan, di Pelabuhan Merak terdapat tujuh dermaga. Satu dermaga dipergunakan untuk kapal ekspress dan enam lainnya untuk kapal feri reguler yang masing-masing berkapasitas 12 ribu tonase register bruto (GRT).
“Jadi tidak mungkin kami mengganti kapal dengan ukuran yang lebih besar karena kapasitas dermaganya 12 ribu GRT. Kalau dipaksakan dengan mengoperasikan kapal feri yang ukurannya lebih besar, dermaganya bisa jebol,” kata Rachmat.
Secara keseluruhan, Gapasdap menyiagakan sebanyak 66 unit kapal feri dengan kecepatan maksimum rata-rata 13-18 knot untuk melayani pelayaran Merak-Bakaheuni yang berjarak 15 mil, dengan waktu tempuh selama dua jam, sebagaimana ditetapkan oleh PT Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry sebagai pengelola pelabuhan.
Rachmat menambahkan, dari 66 unit kapal feri tersebut, yang beroperasi sehari-hari tidak sampai 50 persen. Terdata sebanyak 38 unit kapal tidak dipergunakan atau berfungsi sebagai cadangan setiap harinya.
“Tujuh dermaga itu, dengan waktu tempuh yang ditetapkan selama dua jam, idealnya masing-masing beroperasi sebanyak empat unit kapal feri, dengan kecepatan 7,5 knot, atau separuh dari kapasitas maksimalnya,” ujarnya.
Rachmat menjelaskan, jika kapal feri menggunakan kecepatan maksimal 13 hingga 18 knot, saat sampai di tujuan tetap harus mengantre dengan mengapung di laut lebih lama karena menunggu jadwal selama dua jam sebagaimana yang telah ditetapkan ASDP.
“Risiko kapal mengapung di laut salah satunya bisa terbawa arus. Maka kami menggunakan kecepatan stasioner 7,5 knot agar tidak terlalu lama mengapung untuk menunggu giliran sandar sesampainya di tujuan,” ucapnya.
Pada awal musim liburan sekolah sepekan yang lalu, untuk mengurai antrean kendaraan di Pelabuhan Merak, dioperasikan enam kapal feri di tiap dermaga.
Menurut Rachmat, saat itu kapal yang lebih dulu tiba di tujuan menghabiskan batas waktu dua jam sesuai ketentuan. Sehingga kapal di belakangnya justru mengantre lebih lama saat sampai di tujuan dan bahkan harus mengapung hingga tiga jam.
“Sebab batas waktu tempuh dua jam itu idealnya memang untuk operasional empat atau maksimal lima unit kapal, tidak bisa ditambah lagi. Maka solusinya memang harus menambah bangunan dermaga. Sebanyak 38 unit kapal kami menganggur dan bisa dioptimalkan jika ada dermaga baru. Tambah satu dermaga saja bisa mengurai sekitar 15 persen antrean kendaraan,” tuturnya. (sat)