Peristiwa

20 BPRS Dicabut Izinnya Oleh OJK Sepanjang 2024

JATIMPEDIA, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan, pencabutan izin usaha (CIU) kepada sebanyak 20 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) sepanjang tahun 2024 dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan tugas OJK dalam rangka menjaga dan memperkuat industri BPR/S.

Selain itu, pencabutan izin usaha BPR/S juga untuk melindungi kepentingan konsumen setelah pemegang saham dan pengurus BPR/S tidak mampu melakukan upaya penyehatan terhadap BPR/S. “OJK pada saat ini terikat kepada aturan dalam UU P2SK, di mana status BDP (bank dalam penyehatan) tidak boleh melampaui satu tahun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (PBKN) OJK Dian Ediana Rae dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (25/12/2024).

Dian menjelaskan, pencabutan izin usaha (CIU) pada BPR dan BPRS tersebut tidak serta merta dilakukan. Dalam hal ini, pengawas senantiasa memantau realisasi rencana tindak penyehatan yang dilakukan oleh BPR/S dan pemegang saham pengendali (PSP). “Realisasi dari rencana tindak BPR/S dan PSP ini yang berpengaruh terhadap penetapan BPR/S dalam Penyehatan dapat kembali normal atau menjadi BPR/S dalam resolusi,” ujar Dian.

Baca Juga  Usai Sidak Bahan Pokok di Kota Batu, Gubernur Khofifah Pastikan Stok Aman

Berdasarkan data OJK, saat ini hampir seluruh BPR/S di Indonesia tercatat dengan status pengawasan normal. Fokus pengawasan yang dilakukan OJK terhadap BPR/S bertujuan untuk mewujudkan industri BPR dan BPRS yang berintegritas dan terpercaya, tangguh, berdaya saing, dan memberikan kontribusi nyata terutama pada daerah atau wilayahnya.

Meski begitu, Dian menuturkan, permasalahan serta kondisi BPR/S yang berada dalam pengawasan normal namun mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, perlu untuk dideteksi sejak awal.Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pengembangan dan penguatan sektor perbankan, khususnya BPR dan BPRS yang sejalan dengan perkembangan industri jasa keuangan yang makin kompleks dan beragam.

“Dalam upaya pengembangan dan penguatan sektor perbankan khususnya BPR dan BPRS yang sejalan dengan perkembangan industri jasa keuangan yang makin kompleks dan beragam, diperlukan deteksi sejak awal terhadap permasalahan serta kondisi BPR atau BPRS yang berada dalam pengawasan normal namun mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya,” pungkasnya.

Baca Juga  Kuartal II-2022, Laba Bank BTN Tembus Rp 1,97 Triliun

Hingga 17 Desember 2024, tercatat sebanyak 20 BPR/S yang dicabut izin usahanya oleh OJK. Sebanyak 20 BPR/S yang dicabut izin tersebut di antaranya PT BPR Arfak Indonesia, PT BPR Kencana,PT BPR Pakan Rabaa Solok Selatan, PT BPR Duta Niaga, PT BPRS Kota Juang Perseroda.Kemudian, PT BPR Nature Primadana Capital, PT BPR Sumber Artha Waru Agung, PT BPR Lubuk Raya Mandiri, PT BPR Bank Jepara Artha, dan PT BPR Dananta.

Lalu, PT BPRS Saka Dana Mulia, PT BPR Bali Artha Anugrah, PT BPR Sembilan Mutiara, PT BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH. Berikutnya, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Madani Karya Mulia, PT BPRS Mojo Artho, serta Koperasi BPR Wijaya Kusuma. Adapun hingga September 2024, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menangani 15 BPR yang bangkrut hingga dicabut izin usahanya.

Baca Juga  Pupuk Indonesia Gelontor 6,6 Juta Ton Pupuk Subsidi Jelang Musim Tanam

Total dana yang telah dicairkan untuk membayar simpanan nasabah dari 15 BPR ini mencapai Rp 899,37 miliar, yang mencakup 108.288 rekening nasabah. Dari hasil verifikasi, LPS telah menyatakan 99,23% atau 107.457 rekening dari 108.288 rekening sudah layak dibayar, dengan total simpanan yang layak dibayar sebesar Rp 719,37 miliar. (cin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *