Tunjangan Rumah DPRD Gresik Disorot, Pengamat Hukum : Tak Sejalan dengan Kondisi Warga
JATIMPEDIA, Gresik – Direktur YLBH Fajar Trilaksana, Fajar Yulianto, menyoroti alokasi tunjangan perumahan bagi anggota DPRD Gresik yang dinilai tidak sebanding dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat saat ini. Total anggaran yang dialokasikan untuk tunjangan ini mencapai sekitar Rp 12,2 miliar per tahun.
Berdasarkan Peraturan Bupati (Perbup) Gresik Nomor 5 Tahun 2025, tunjangan perumahan ditetapkan sebesar Rp 39,6 juta per bulan untuk pimpinan DPRD dan Rp 18,8 juta per bulan untuk anggota. Kebijakan ini memicu reaksi masyarakat, terutama karena berbarengan dengan kenaikan gaji dan tunjangan lainnya bagi DPRD periode 2024–2029.
Fajar Yulianto menyebut, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per 30 November 2024, terdapat 10,32 persen warga miskin dari total populasi Gresik yang mencapai 1,31 juta jiwa. Dari jumlah itu, 13.540 orang tergolong miskin ekstrem.
“Sebagian besar anggota DPRD tinggal di dalam kota atau di wilayah sekitar kabupaten. Jadi tidak ada urgensi untuk memberikan tunjangan rumah sebesar itu,” ujarnya.
Ia juga menyoroti kondisi keuangan daerah yang sedang defisit. Dalam Perubahan APBD 2025 yang disahkan DPRD, Gresik mengalami defisit sebesar Rp 86,8 miliar.
“Di tengah keterbatasan ini, alokasi anggaran besar untuk tunjangan DPRD justru berpotensi menambah beban fiskal,” tegas Direktur Kantor Hukum Fajar Trilaksana ini.
Ia menambahkan bahwa anggaran sebesar Rp 12,2 miliar per tahun untuk tunjangan rumah DPRD bisa dialihkan untuk membantu masyarakat miskin yang kehilangan akses terhadap layanan kesehatan.
“Masalah seperti stunting, kemiskinan ekstrem, jalan rusak, irigasi, sekolah, dan rumah sakit seharusnya menjadi prioritas utama. Setiap rupiah dalam APBD harus berpihak pada kebutuhan mendesak rakyat,” tegas Fajar.
Menurutnya, tunjangan perumahan yang besar ini melampaui rasa keadilan sosial, apalagi jika dibandingkan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Gresik yang hanya sekitar Rp 4,4 juta per bulan.
“Menambah tunjangan rumah dalam kondisi seperti ini justru memperlebar jurang kesenjangan sosial dan mencederai rasa keadilan publik,” lanjutnya.
Dia menekankan bahwa pengelolaan anggaran adalah cerminan moralitas pemerintah. “Jika anggaran rakyat lebih banyak dinikmati oleh elite, sementara masyarakat miskin kehilangan akses kesehatan dan anak-anak masih terjerat stunting, maka kepercayaan rakyat akan semakin rapuh,” ujarnya.
Meski begitu, Fajar Yulianto masih optimistis. Ia yakin Pemkab dan DPRD Gresik masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki prioritas anggaran agar lebih berpihak pada rakyat kecil.
Menanggapi kritik tersebut, Ketua DPRD Gresik Muhammad Syahrul Munir menegaskan bahwa besaran tunjangan perumahan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Nilai tunjangan itu sudah diatur dalam peraturan dan anggarannya dipisahkan dari gaji, seperti halnya di daerah lain,” jelas Syahrul saat dikonfirmasi. (ris)