JATIMPEDIA, Ponorogo – Upaya mendorong penggunaan energi bersih dan tepat sasaran terus dilakukan pemerintah melalui berbagai inisiatif. Salah satunya datang dari Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus yang menggandeng Pondok Pesantren Darussalam Gontor di Ponorogo untuk menjadi percontohan penggunaan LPG non subsidi yang sesuai peruntukan.
Selama ini, LPG telah menjadi kebutuhan vital di rumah tangga dan sektor usaha mikro. Pemerintah pun telah menetapkan skema subsidi untuk LPG 3 kg yang diperuntukkan hanya bagi masyarakat kurang mampu. Namun dalam praktiknya, distribusi subsidi ini kerap tidak tepat sasaran. Banyak pelaku usaha kecil dan institusi besar masih memanfaatkan LPG subsidi karena kemudahan akses dan keterbatasan informasi.
Melihat realita tersebut, Pertamina berupaya menjembatani kesenjangan pemahaman dan akses dengan merancang program kolaboratif yang menyasar institusi pendidikan berbasis pesantren. Pilihan jatuh kepada Pondok Pesantren Darussalam Gontor, salah satu pesantren terbesar dan tertua di Indonesia, yang memiliki banyak unit usaha di dalamnya.
Unit usaha di pesantren Gontor meliputi laundry, rumah sakit, pabrik roti dan minuman, hingga dapur umum. Seluruh kegiatan tersebut memerlukan suplai LPG dalam jumlah besar. Namun, selama ini, pesantren kerap mengalami kesulitan dalam mendapatkan LPG non subsidi sehingga sesekali masih menggunakan LPG 3 kg subsidi yang sebenarnya tidak diperuntukkan bagi lembaga seperti pesantren.
Merespons kondisi tersebut, Pertamina melakukan pendekatan dan edukasi sejak tahun lalu. Hasilnya, lahirlah komitmen dari manajemen pesantren untuk beralih sepenuhnya menggunakan LPG non subsidi, yakni Bright Gas, demi mendukung kebijakan energi yang lebih adil dan berkelanjutan.
“Gontor saat ini tidak hanya menjadi pengguna LPG non subsidi, tetapi juga telah memiliki outlet resmi di dalam area pesantren. Ini memudahkan akses, mengurangi biaya operasional, dan sekaligus membuka peluang usaha baru,” ujar Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Ahad Rahedi, dalam keterangannya, Sabtu (12/7/2025).
Menurut Ahad, keberadaan outlet Bright Gas di dalam pesantren memberikan dampak ganda. Selain memenuhi kebutuhan internal, outlet tersebut juga melayani masyarakat sekitar. Hal ini menjadi bentuk kontribusi nyata pesantren dalam menjaga distribusi energi yang lebih merata dan tepat sasaran.
Sebagai bentuk komitmen awal, Pertamina juga melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada pengurus pesantren tentang perbedaan LPG subsidi dan non subsidi. Langkah ini membuahkan hasil positif. Saat ini, seluruh lini usaha pesantren telah menggunakan Bright Gas dengan varian tabung 5,5 kg, 12 kg, hingga 50 kg.
Pengurus Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Dani Zakaria, menyambut baik kerja sama ini. Menurutnya, program ini tidak hanya memudahkan pesantren dalam memperoleh LPG, tetapi juga menyadarkan mereka akan pentingnya menggunakan LPG secara bijak dan sesuai regulasi.
“Sejak program ini berjalan, kami merasa sangat terbantu. Bukan hanya dari sisi operasional, tapi juga dari sisi wawasan. Kami paham sekarang siapa yang berhak menerima subsidi dan siapa yang seharusnya tidak,” kata Dani.
Keberhasilan Gontor menjadi percontohan pun mendorong Pertamina untuk memperluas program ke pesantren lain. Saat ini, program serupa telah direplikasi di Pondok Pesantren Lirboyo dan akan terus dikembangkan ke wilayah lain di Jawa Timur dan sekitarnya.
Ahad berharap, kolaborasi antara Pertamina dan pesantren ini dapat menjadi gerakan bersama dalam menjaga ketepatan distribusi subsidi energi. “Kami mengajak seluruh masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan LPG. Gunakan sesuai hak dan peruntukannya agar energi bersubsidi benar-benar dinikmati oleh yang membutuhkan,” pungkasnya.
Langkah Gontor menjadi contoh bagaimana lembaga pendidikan berbasis agama dapat bertransformasi menjadi agen perubahan dalam tata kelola energi yang lebih adil dan berkelanjutan. Semoga inisiatif ini menjadi inspirasi bagi lembaga lainnya di seluruh Indonesia.(eka)