Kurangi Impor, Pertamina Akan Tingkatkan Produksi LPG 2,6 Juta MT

JATIMPEDIA, Jakarta – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri mengatakan, pihaknya bakal menggenjot produksi LPG dalam negeri dengan total 2,6 juta metric ton (MT) tahun ini demi menekan impor LPG.

Simon, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, mengatakan, kebutuhan LPG Indonesia kurang lebih di atas 8 juta metric ton per tahun, sementara produksi nasional hanya kurang lebih sekitar 1,6 juta ton.

Sehingga, untuk menutupi kesenjangan itu, Indonesia perlu melakukan impor LPG dari negara lain.

“Mungkin untuk produksi LPG bisa digenjot untuk bisa bertambah sekitar 1 juta metric ton lagi, sehingga kurang lebih kalau kita maksimalkan bisa dapat sekitar 2,6 juta metric ton, sehingga dapat mengurangi porsi impor LPG kita,” kata Simon.

Baca Juga  Inovasi Pertamina PIS : Aditya Muhamad Bintang Support Wujud Komitmen Pertamina PIS Dalam Distribusi Logistik Ramah Lingkungan

Selain itu, Simon pun mendorong penggunaan Dimethyl Ether (DME) sebagai substitusi dari LPG, serta mengoptimalkan jaringan gas (jargas).

“Jaringan gas yang apabila ini diwujudkan tentunya akan semakin banyak gas kita yang termanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga sehingga mengurangi impor kita untuk kebutuhan LPG,” ujar dia.

Namun, jangkauan jargas di wilayah-wilayah lain yang berupa wilayah-wilayah kepulauan, menjadi tantangan tersendiri bagi perseroan, meskipun di Jawa dan Sumatera, penambahan jargas diyakini dapat membantu menghadirkan energi alternatif bagi kebutuhan rumah tangga.

Simon melanjutkan, implementasi pembangunan jargas saat ini masih berada di angka 60 ribu, sementara Pertamina menargetkan 200 ribu jargas terbangun.

“Dengan demikian, ini adalah pekerjaan rumah juga bagi kami. Tentunya dengan dukungan dari pemerintah kami akan terus meningkatkan agar supaya infrastruktur gas ini bisa semakin maksimal dan bisa menjadi alternatif sumber energi yang lebih murah bagi masyarakat,” ujar Simon.

Baca Juga  Pertamina Patra Niaga SHAFTHI Raih Nusantara CSR Awards

Di sisi lain, Simon juga memastikan bahwa Indonesia masih memiliki potensi produksi yang bisa dimaksimalkan untuk menghadapi defisit migas.

Adapun menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), selama Januari-Mei 2024 sektor migas mengalami defisit 8,07 miliar dolar AS.

“Dalam beberapa kesempatan juga, kami berkoordinasi juga dengan Kementerian ESDM, memang masih juga ada potensi yang bisa lebih dimaksimalkan,” kata Simon. (raf)