Disparbudpora Bondowoso Observasi Lanjutan Temuan Bata Kuno
JATIMPEDIA, Bondowoso – Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora) Bondowoso melakukan observasi lanjutan terhadap temuan struktur bata kuno di Desa Walidono, Kecamatan Prajekan. Observasi kali ini dilakukan dengan langsung mendatangkan arkeolog nasional, Ismail Lutfi dan ahli geologi Firman Sauqi.
Ismail Lutfi merupakan dosen Jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang, yang sekaligus Anggota Tim Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Bondowoso. Ia menjelaskan posisi struktur bata lama ini berada di kedalaman 165 cm dari permukaan tanah existing sekarang. Namun, tidak berarti itu adalah batas paling akhir.
“Masih perlu dilakukan ekskavasi atau penggalian penyelamatan seberapa dalam struktur yang asli,” ungkapnya.
Ismail mengatakan dimensi atau ukuran bata juga memberikan informasi penting. Diperkirakan dengan dimensi ketebalan antara 6 cm, lebar 17 cm, dan panjang 32-33cm. Dari diimensi batu batu kuno tersebut diperkirakan masa abad 14-15 M.
“Namun demikian tidak berarti langsung klaim, bahwa bata itu berasal dari abad itu. Itu perkiraan relatif,” ujarnya.
Menurutnya, teknik perekatan batu bata juga memberikan informasi sebagai pendukung periodisasi dari bata tersebut. Teknik yang dipakai pada periode Jawa kuno sekitar abad 14-15 cenderung menggunakan teknik gosok.
Sementara, temuan struktur bata kuno di Prajekan tidak menggunakan teknik gosok tetapi menggunakan space tipis antara batu bata. Penggunakan space ini jauh lebih muda.
Kata kunci lain, yakni antar bata disini masih ada celah antara 3-4 mili. Ini menunjukkan teknik penyusunannya tak menggunakan teknik gosok.
Untuk itulah, kata pria yang juga Ketua Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia Komisariat Jawa Timur itu, untuk mengetahui bentuk struktur bata ini adalah bangunan apa maka perlu kajian lebih lanjut. Karena, kajian lingkungan sangat penting untuk bisa mengatakan bangunan apa.
Di lokasi yang sama Firman Sauqi, Ahli Geologi asal Kabupaten Jember, mengatakan, temuan struktur batu bata ini terkubur oleh endapan material pasir. Kerikil pasir dengan ukuran diamater 5-10 cm sehingga membuat kontur berlapis.
Ia menjelaskan bahwa banjir membawa material vulkanik tidak langsung yang berasal dari letusan gunung berapi, tetapi dibawa air sungai ketika terjadi banjir dan prosesnya lebih dari satu kali.
“Tapi dipastikan hampir seluruhnya material gunung berapi,” jelasnya.
Di sisi lain, kepastian itu juga cocok dengan kondisi sungai Sampean Baru yang hulunya dari Gunung berapi semua.
Ia menerangkan bahwa secara spesifik memang belum bisa dipastikan material pasir dari gunung berapi mana, namun itu bisa dilakukan dengan kajian lebih dalam.
“Nanti kita bisa cek. Apakah rendapan lebih banyak material batunya dari Gunung Argopuro, Raung atau dari lainnya,” pungkasnya.(sat)