Tag: #penyakit kuku mulut

  • RPH Surya Jamin Daging Sapi Bebas Penyakit Kuku Mulut

    RPH Surya Jamin Daging Sapi Bebas Penyakit Kuku Mulut

    JATIMPEDIA, Surabaya – Rumah Potong Hewan (RPH) Surya di Surabaya menjamin daging yang disediakan bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK). Sebagai perusahaan daerah milik Pemerintah Kota Surabaya, RPH Surya memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan daging segar.

    Direktur Utama RPH Surya, H. Fajar A. Isnugroho, S.Sos, M.Si, menegaskan komitmen mereka terhadap kualitas daging. Dengan motto “Kualitas Terjamin, Aman-Sehat-Utuh dan Halal,” RPH Surya berupaya menyediakan produk yang layak konsumsi.

    Dia menjelaskan salah satu langkah utama adalah memfilter sapi yang akan dipotong. Proses ini melibatkan pemeriksaan ketat untuk mendeteksi tanda-tanda klinis PMK. Tanda-tanda tersebut termasuk keluarnya air liur berlebihan dan luka pada kuku.

    “Setiap ternak yang masuk harus diperiksa oleh dokter hewan,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa pemeriksaan ini dilakukan sebelum proses pemotongan. Hal ini untuk memastikan bahwa daging yang dihasilkan aman dan berkualitas.

    Setelah pemotongan, daging juga diperiksa untuk memastikan tidak terkontaminasi. Dengan langkah-langkah ini, RPH Surya berkomitmen menjaga kesehatan masyarakat.

    RPH Surya juga siap melayani pemotongan hewan kurban. Mereka menyediakan hewan kurban lokal yang telah melalui proses pemeriksaan ketat. Dengan demikian, masyarakat dapat merasa tenang saat membeli dari RPH Surya.

    Melalui upaya ini, RPH Surya berkontribusi pada penyediaan daging segar yang bebas dari PMK dan terus berupaya memenuhi harapan masyarakat akan daging yang aman dan berkualitas. (ind)

  • Ratusan Sapi di Lamongan Terjangkit Penyakit Kuku Mulut

    Ratusan Sapi di Lamongan Terjangkit Penyakit Kuku Mulut

    JATIMPEDIA, Lamongan – Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Lamongan Shofiah Nurhayati menyatakan bahwa hingga awal Januari 2025, tercatat sebanyak 180 ekor sapi yang ada di wilayah tersebut terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

    “Sampai saat ini sapi yang suspek PMK berjumlah 180 ekor dan tersebar di 21 Kecamatan. Sedangkan yang mati ada 15 ekor,” ujarnya usai melakukan pemeriksaan sapi di pasar hewan, Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Minggu.

    Menurut Shofiah, penyakit yang menyerang hewan ternak sapi tersebut penyebarannya tergolong cepat, dimana dalam kurun waktu satu bulan sudah menyebar pada 21 kecamatan dari 27 Kecamatan yang ada di wilayah tersebut.

    “Penyebaran penyakit mematikan ini lebih masif saat musim hujan. Salah satu penyebaran penyakit bisa melalui transaksi jual beli di pasar hewan,” katanya.

    Untuk meminimalkan penyebaran PMK, lanjutnya, petugas dari dinas setempat melakukan pemeriksaan hewan sapi secara intens di sejumlah pasar hewan.

    “Saat pemeriksaan tadi saja, petugas menemukan tiga ekor sapi suspek PMK dengan ciri-ciri keluar lendir serta sariawan di bagian mulut bawah,” terangnya.

    Ia menambahkan, selain melakukan pemeriksaan secara intens, kunci untuk menanggulangi penyakit PMK ini adalah kerja sama antara peternak, pedagang dan dinas terkait.

    Kerja sama tersebut, lanjutnya, adalah dengan memberikan informasi kepada petugas jika menemukan hewan ternak yang mengalami gejala PMK. Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada para peternak sapi agar segera melaporkan jika ada gejala atau tanda-tanda wabah PMK.

    “Kemudian kami obati dan pantau sejauh mana perkembangan ternak setelah dilakukan pengobatan,” tambahnya.

    Pihaknya juga meminta agar para peternak sapi segera melakukan vaksinasi pada hewan ternak miliknya untuk mencegah terjadinya PMK dan meningkatkan imun dan kekebalan tubuh hewan ternak. (sat)

  • PMK di Kota Malang Terkendali, Sebagian Besar Sapi Sembuh

    PMK di Kota Malang Terkendali, Sebagian Besar Sapi Sembuh

    JATIMPEDIA, Malang – Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dispangtan Kota Malang, drh. Anton Pramujiono mengungkapkan bahwa kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kota Malang kembali muncul selama Desember 2024.

    Total terdapat 25 kasus yang dilaporkan melalui Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (iSIKHNAS). Kasus-kasus ini sebagian besar terjadi akibat pembelian sapi baru di pasar tanpa pemeriksaan kesehatan yang memadai.

    “Dari 25 kasus tersebut, 19 ekor sapi sudah sembuh, dua ekor dipotong paksa, dan empat ekor lainnya masih dalam proses pengobatan. Kasus ini muncul karena peternak membeli sapi baru di pasar tanpa Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), sehingga penyakit baru terdeteksi setelah sapi berada di kandang,” ujar Anton, Jumat (3/1/2025).

    Untuk mencegah penyebaran PMK, Dispangtan telah melakukan sosialisasi dan komunikasi informasi edukasi (KIE) kepada peternak. Langkah ini meliputi pembagian disinfektan, vitamin, dan obat cacing, serta pemberian pengobatan kepada ternak yang terinfeksi.

    Selain itu, tim lapangan juga terus melakukan pemantauan di beberapa lokasi, termasuk di Kecamatan Sukun dan Kedungkandang, untuk memastikan agar  kasus tidak meluas.

    “Kami berharap tidak ada lagi kasus baru. Jika ada ternak yang bergejala, kami segera tangani untuk mencegah penularan ke tempat lain. Pengawasan juga kami perketat, terutama pada sapi perah dan sapi potong,” ungkapnya. (sat)

  • Relawan Ecco Enzym Binaan Smelting di Gresik Bantu Peternak Sapi Lakukan Disinfeksi Wabah Kuku Mulut

    Relawan Ecco Enzym Binaan Smelting di Gresik Bantu Peternak Sapi Lakukan Disinfeksi Wabah Kuku Mulut

    Gresik, JP – Relawan Eco Enzym Indonesia (REEI) Kabupaten Gresik bersama PT Smelting melakukan sosialisasi pembuatan dan pemanfaatan limbah organik sebagai cairan serbaguna eco enzym, di Desa Sumberwaru, Kecamatan Wringinanom Kabupaten Gresik, Selasa (28/06). Cairan hasil olahan ibu rumah tangga ini ternyata bermanfaat menjadi disinfeksi bagi sapi yang terancam wabah penyakit kuku mulut (PMK).

    Para warga yang mengikuti kegiatan tersebut tampak antusias mendengarkan penjelasan dari pegiat REEI.

    Tatik Erawati, Relawan REEI Gresik menjabarkan, pembuatan eco enzym salah satu jalan untuk mengurangi sampah rumah tangga. Karena bahan-bahan untuk pembuatan eco enzym merupakan sisa bahan pangan atau makan rumah tangga. “Seperti kulit mangga, pisang, kulit pepaya dan sebagainya,” papar Tatik.

    Bahan-bahan itu, lanjut tatik kemudian difermentasi dalam bak plastik berpenutup rapat dengan campuran air dan gula merah, paling sedikit 90 hari.

    Penyimpanan harus diletakkan di tempat yang bersih dan teduh. Disarankan sebelah wadah diletakkan tanaman lidah mertua untuk menetralisir gas metana

    “Jadi komposisinya, sisa buah dan sayuran 3 kilogram, gula merah atau molases 1 kilogram, dan air 10 liter, ditutup rapat agar tidak ada udara yang masuk,” kata Tatik.

    Dikatakan, bahan limbah rumah tangga yang dipakai untuk membuat eco enzym harus dalam keadaan segar dan tidak busuk. “Disarankan lima jenis limbah organik dalam satu kali produksi,” imbuhnya.

    Nah manfaat dari eco enzym ini menurut Tatik banyak sekali, mulai dari untuk detoksifikasi, cuci baju, obat luka, menghilangkan bau toilet, dapur dan garasi dan sebagainya.

    Saat pemakaian, cairan eco enzym dilarutkan dalam air. Komposisi, satu botol air dalam tempat penyemprotan ditetesi satu tutup atau dua tutup botol eco enzym.

    “Bisa juga untuk pencegahan penyakit ternak seperti PMK dan membantu penyembuhan,” urai Tatik.

    Kepala Desa Sumberwaru Wringinanom Moch Sohidin menyampaikan terimakasih atas sosialisasi yang dilakukan REEI dan Smelting, yang mengedukasi warga memanfaatkan limbah dapur untuk eco enzym.

    “Problem sampah rumah tangga bisa dikurangi, dan manfaat eco enzym untuk peternakan bisa dipakai warga sini, kebetulan banyak juga yang punya ternak sapi dan kambing,” katanya.

    Senior Staff General Affairs PT Smelting Rachmayani mengungkapkan, jika Smelting mendukung upaya yang dilakukan REEI, selain karena eco enzym punya manfaat yang luar biasa, pengguna limbah rumah tangga juga bisa mengurangi penumpukan sampah di TPA.

    “Kami mensuport teman-teman komunitas eco enzym ini, bentuknya peralatan yabg dibutuhkan untuk produksinya, tentu ini sejalan dengan visi smelting dalam pelestarian lingkungan,” katanya. (eka)