Tag: #IndustriOtomotif

  • GAIKINDO Dorong Kolaborasi EV dengan China, Targetkan Penguatan Industri Otomotif Nasional

    GAIKINDO Dorong Kolaborasi EV dengan China, Targetkan Penguatan Industri Otomotif Nasional

    JATIMPEDIA, Jakarta — Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menekankan pentingnya membangun kemitraan strategis dengan negara-negara maju dalam sektor kendaraan listrik (EV), khususnya China. Dikutip dari Warta Ekonomi Sekretaris Umum GAIKINDO, Kukuh Kumara, menyampaikan bahwa kerja sama ini menjadi kunci dalam memperluas ekosistem industri EV di Indonesia, sekaligus mendorong penciptaan lapangan kerja dan transfer teknologi.

    “China memiliki kekuatan besar di industri komponen EV. Kami mengajak pelaku industri dalam negeri untuk menyerap pengetahuan dan pengalaman dari mitra-mitra di sana. Tujuan jangka panjangnya adalah melahirkan merek otomotif Indonesia sendiri, membangun pabrik dan penguatan teknis lokal,” ujar Kukuh. Meski begitu, ia menekankan bahwa peran mitra global tetap sangat penting dalam tahap awal pengembangan.

    China disebut memainkan peran krusial dalam mendukung Indonesia lewat investasi teknologi, pendanaan, serta akses ke pasar internasional—terutama pada sektor baterai EV dan integrasi rantai pasok. Salah satu pelopor investasi tersebut adalah SAIC-GM-Wuling (SGMW), produsen mobil asal China yang telah menanamkan modal dan membangun fasilitas produksi di Indonesia.

    Sejak hadir di tanah air, SGMW telah mendorong masuknya 17 perusahaan China dalam ekosistem rantai pasok otomotif dan berhasil mengembangkan lebih dari 100 pemasok lokal selama tujuh tahun terakhir. Tak hanya menghadirkan produk, mereka juga berkontribusi dalam pengembangan keahlian teknis.

    Salah satu bentuk kolaborasi strategis terbaru adalah pendirian China-Indonesia Institute of Modern Craftsmanship of New Energy Vehicle pada November lalu. Institut ini merupakan hasil kerja sama antara Sekolah Kejuruan Kota Liuzhou (China), Institut Pelatihan Industri Anand Indonesia, serta anak perusahaan SGMW di Indonesia. Lembaga ini difungsikan sebagai pusat pelatihan dan pengembangan kompetensi tenaga kerja untuk mendukung pertumbuhan industri kendaraan listrik nasional.(raf)

  • Penjualan Motor Mei 2025 Naik, Tapi Industri Masih Dibayangi Penurunan Tahunan

    Penjualan Motor Mei 2025 Naik, Tapi Industri Masih Dibayangi Penurunan Tahunan

    JATIMPEDIA, Jakarta – Meski penjualan sepeda motor di bulan Mei 2025 mengalami kenaikan dibanding bulan sebelumnya, performa industri secara keseluruhan masih belum pulih sepenuhnya. Data dari Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menunjukkan bahwa pasar domestik masih mencatatkan penurunan tipis secara tahunan.

    Sigit Kumala, Ketua Bidang Komersial AISI, menjelaskan bahwa ada lonjakan penjualan di bulan Mei sebesar 24,2% dibanding April, namun secara tahunan pasar masih lesu. “Secara year-on-year, kita masih mengalami penurunan sekitar 2,4 persen,” ungkap Sigit, Selasa (10/6/2025).

    Lonjakan penjualan Mei dipengaruhi oleh jumlah hari kerja yang lebih banyak setelah libur panjang Lebaran di bulan sebelumnya. Tercatat, penjualan Mei mencapai 505.350 unit, naik dari 406.691 unit di April. Namun, jika dibandingkan Mei 2024 yang meraih 505.670 unit, angkanya justru turun sedikit sebesar 0,06 persen.

    Secara kumulatif, selama Januari hingga Mei 2025, total penjualan motor domestik mencapai 2.595.303 unit—lebih rendah 64.593 unit dibanding periode sama tahun lalu yang mencatat 2.659.896 unit.

    Menurut Sigit, tekanan utama pada pasar berasal dari penurunan tajam pembelian motor melalui skema kredit. “Sektor kredit sangat penting karena menyumbang 60–70 persen dari penjualan. Tapi sekarang banyak konsumen gagal lolos verifikasi pembiayaan,” ujarnya.

    Penurunan kelayakan kredit konsumen menjadi masalah krusial. Banyak pengajuan yang ditolak karena calon pembeli telah memiliki pinjaman lain, punya histori kredit buruk, atau tak memenuhi syarat administrasi.(raf)

  • Gaikindo Soroti Lemahnya Daya Beli Otomotif pada Mei 2025

    Gaikindo Soroti Lemahnya Daya Beli Otomotif pada Mei 2025

    JATIMPEDIA, Jakarta – Kinerja industri otomotif nasional masih menghadapi tekanan. Berdasarkan data terbaru dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil pada Mei 2025 menunjukkan penurunan signifikan baik dari sisi wholesales maupun ritel.

    Penjualan secara wholesales—pengiriman dari pabrikan ke dealer—tercatat sebanyak 60.613 unit, turun 15,1% dibandingkan Mei 2024 yang mencapai 71.391 unit. Tren serupa terjadi pada penjualan ritel, yakni dari dealer ke konsumen, yang anjlok menjadi 61.339 unit atau juga turun 15,1% secara tahunan.

    Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto, menyebut penyebab utama tren negatif ini adalah lemahnya daya beli masyarakat yang belum pulih. “Kondisi ekonomi masih belum mendukung, pertumbuhan juga belum menguat,” ujarnya, Senin (9/6).

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2025 hanya mencapai 4,87% (yoy), lebih rendah dibanding kuartal yang sama tahun sebelumnya di angka 5,11%.

    Meski begitu, harapan tetap ada. Jongkie menyampaikan bahwa para agen pemegang merek (APM) telah menyiapkan strategi pemasaran masing-masing untuk menghadapi tantangan ini. Industri otomotif juga menaruh harapan besar pada ajang GIIAS 2025 yang akan digelar pada 24 Juli–3 Agustus di ICE BSD, sebagai momentum untuk mendongkrak penjualan.

    Secara bulanan, Mei 2025 mencatat perbaikan dibandingkan April. Penjualan wholesales naik 18,4% dari sebelumnya 51.205 unit, sedangkan ritel naik 7,6% dari 57.030 unit. Kenaikan ini wajar mengingat April bertepatan dengan momentum Lebaran yang cenderung menekan penjualan.

    Namun, secara kumulatif Januari–Mei 2025, penjualan masih dalam tren negatif. Total wholesales tercatat 316.981 unit, turun 5,5% dibanding tahun lalu. Sementara ritel menyusut 9,2% menjadi 328.852 unit dari sebelumnya 362.163 unit.

    Dari sisi merek, Grup Astra tetap mendominasi pasar. Toyota memimpin dengan 106.027 unit, disusul Daihatsu 55.049 unit. Posisi berikutnya diisi oleh Honda (28.502 unit), Mitsubishi Motors (26.028 unit), dan Suzuki (22.240 unit).(raf)

  • Investasi Otomotif Nasional Tembus Rp174 Triliun, Serap Hampir 100 Ribu Tenaga Kerja

    Investasi Otomotif Nasional Tembus Rp174 Triliun, Serap Hampir 100 Ribu Tenaga Kerja

    JATIMPEDIA, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat bahwa sektor otomotif nasional berhasil menggaet investasi senilai Rp174,31 triliun hingga saat ini. Selain itu, sektor ini juga menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 99.700 orang, mencakup industri kendaraan roda empat, roda tiga, dan sepeda motor.

    Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono, mengungkapkan bahwa ada 32 produsen kendaraan roda empat dengan total kapasitas produksi 2,35 juta unit per tahun dan menyerap 69.390 tenaga kerja.

    Pada 2024, industri mobil mencatat produksi 1,19 juta unit, penjualan 865 ribu unit, dan ekspor CBU (completely built-up) 472 ribu unit. Sementara itu, pada kuartal I 2025, produksi mencapai 288 ribu unit, penjualan 205 ribu unit, dan ekspor 110 ribu unit, dengan impor sebesar 11 ribu unit.

    Untuk segmen roda dua dan roda tiga, tercatat ada 73 pabrikan dengan kapasitas produksi hingga 10,72 juta unit per tahun dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 30.310 orang. Pada 2024, sepeda motor diproduksi sebanyak 6,91 juta unit, penjualan 6,33 juta unit, dan ekspor CBU 572 ribu unit. Sementara pada kuartal pertama 2025, produksi mencapai 1,81 juta unit, penjualan 1,68 juta unit, dan ekspor 134 ribu unit.

    Guna mendorong pertumbuhan industri otomotif, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif seperti pembebasan bea masuk dan PPnBM ditanggung pemerintah (DTP) hingga 15 persen, khususnya untuk percepatan adopsi kendaraan listrik. Mobil dan bus listrik dengan TKDN minimal 40% berhak mendapat insentif 10%, sementara bus listrik dengan TKDN antara 20–40% dapat insentif 5%. Kendaraan hybrid dalam program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) juga memperoleh PPnBM DTP sebesar 3%.(raf)

  • Hyundai Tetap Gencar Produksi Meski Pasar Lesu, Ekspor Jadi Fokus Utama

    Hyundai Tetap Gencar Produksi Meski Pasar Lesu, Ekspor Jadi Fokus Utama

    JATIMPEDIA, Jakarta – Meski permintaan pasar otomotif domestik belum mengalami lonjakan signifikan, para produsen otomotif tetap menjaga aktivitas produksi demi mempertahankan pasokan ekspor. Salah satunya adalah Hyundai yang konsisten menjadikan Indonesia sebagai basis produksi global.

    Dikutip dari JAWAPOS menurut Wiranata Suganda, Production Director PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia (HMMI), mengungkapkan bahwa sepanjang 2024, pihaknya telah merakit sekitar 84 ribu unit kendaraan. Jumlah ini tergolong stabil sejak pabrik tersebut mulai beroperasi pada 2019. Produksi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sekaligus ekspor ke berbagai negara.

    “Kami mengekspor dua model utama, yaitu Stargazer dan Creta, ke lebih dari 70 negara. Tujuan ekspornya termasuk kawasan Timur Tengah dan Meksiko,” jelas Wira saat ditemui di pabrik Hyundai, Cikarang, Rabu (14/5).

    Fasilitas produksi HMMI merupakan bagian dari investasi Hyundai senilai Rp20 triliun di Indonesia. Saat ini, kapasitas maksimal pabrik mencapai 150 ribu unit per tahun. Namun, Hyundai membuka peluang untuk meningkatkan kapasitas menjadi 250 ribu unit per tahun sesuai dengan proyeksi investasi tahap kedua, tergantung pada dinamika pasar otomotif.

    Lini produksi HMMI saat ini mencakup model Creta, Stargazer, Kona EV, Ioniq 5, dan New Santa Fe. Hyundai juga menegaskan komitmennya terhadap penggunaan komponen lokal, dengan Kona EV telah mencapai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 80%.

    Di sisi lain, data GAIKINDO mencatat bahwa ekspor mobil buatan Indonesia mencapai 36.789 unit per Februari 2025, meningkat 10,1% dibandingkan Januari. Secara tahunan (year-on-year), angka ini juga naik 5,5% dibanding Februari 2024.

    Namun, Ketua Umum GAIKINDO Yohannes Nangoi memperingatkan soal dampak dari kebijakan tarif impor terbaru Amerika Serikat yang dapat mengganggu rantai pasok otomotif global. Kondisi ini berpotensi menyebabkan negara-negara yang terdampak mengalihkan ekspor mereka ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

    “Kita harus waspada agar pasar dalam negeri tidak diserbu produk impor karena negara lain kesulitan ekspor ke AS. Kalau tidak hati-hati, justru bisa menggerus pangsa pasar kita sendiri,” jelas Nangoi.(raf)

  • Penjualan Mobil Turun di 2024, GAIKINDO Dorong Insentif Jangka Panjang untuk Dongkrak Investasi dan Inovasi

    Penjualan Mobil Turun di 2024, GAIKINDO Dorong Insentif Jangka Panjang untuk Dongkrak Investasi dan Inovasi

    JATIMPEDIA, Jakarta – Industri otomotif nasional mencatat penurunan signifikan sepanjang tahun 2024. Total penjualan mobil hanya mencapai 865.723 unit, menurun sekitar 13,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Meski pemerintah telah menggulirkan sejumlah insentif untuk merangsang pasar, kebijakan tersebut dinilai belum cukup efektif karena sifatnya yang tidak permanen.

    Dikutip dari Tribunews, Sekretaris Umum GAIKINDO, Kukuh Kumara, menyampaikan pentingnya kebijakan jangka panjang untuk menarik minat investor, khususnya di sektor otomotif. “Kalau insentif hanya berlangsung satu hingga tiga tahun, itu tak cukup. Industri akan berpikir ulang untuk menanamkan investasi besar di Indonesia,” jelas Kukuh dalam pernyataannya pada 2 Mei 2025.

    Menurut Kukuh, perubahan regulasi yang cepat membuat investor enggan mengambil risiko, baik untuk membangun fasilitas produksi baru maupun mengembangkan model kendaraan inovatif. Salah satu contohnya adalah pada segmen mobil LCGC (low cost green car) yang kini hanya tersisa tiga merek aktif di pasar, dan pembaruan modelnya pun cenderung lambat.

    Ia menambahkan bahwa dorongan inovasi, seperti pengembangan LCGC hybrid, bisa menjadi solusi. Namun, hal tersebut hanya akan terjadi jika didukung oleh regulasi yang stabil serta insentif yang relevan. “Kalau LCGC hybrid diberikan insentif, itu bisa jadi game changer. Konsumen dari berbagai lapisan bisa ikut berkontribusi terhadap transformasi kendaraan ramah lingkungan,” ujarnya.(raf)

  • Kemenperin Siapkan Peta Jalan Dekarbonisasi bagi Industri Otomotif

    Kemenperin Siapkan Peta Jalan Dekarbonisasi bagi Industri Otomotif

    JATIMPEDIA, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan sektor industri mencapai emisi nol bersih (net zero emission) pada 2050. Industri otomotif menjadi salah satu sektor kunci dalam upaya ini. Sebagai langkah awal, pemerintah tengah menyusun peta jalan dekarbonisasi industri otomotif yang dijadwalkan rilis tahap pertamanya pada Agustus 2025.

    Apit Pria Nugraha, Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin, menjelaskan bahwa dokumen tersebut akan menjadi panduan strategis dalam proses peralihan menuju industri otomotif yang lebih hijau. “Otomotif menjadi prioritas dalam upaya penurunan emisi nasional. Kami sedang merancang roadmap yang fleksibel dan dapat diperbarui sesuai dinamika teknologi,” ujarnya dalam ajang Kumparan NEV Summit di kawasan SCBD, Jakarta, Selasa (6/5).

    Peta jalan tersebut tidak hanya mencakup kendaraan listrik, namun juga seluruh teknologi otomotif lainnya. Mengingat perkembangan teknologi yang sangat cepat, roadmap ini akan menjadi dokumen hidup (living document) yang akan ditinjau dan disesuaikan secara berkala.

    Transisi menuju kendaraan ramah lingkungan akan dilakukan secara bertahap, mengingat mayoritas kendaraan di Indonesia saat ini masih menggunakan mesin pembakaran internal (ICE). “Kami ingin perubahan ini berjalan mulus dan tidak mengejutkan semua pihak. Infrastruktur harus siap, dan kebijakan pun harus adaptif,” jelas Apit.

    Sebagai langkah konkret, Kemenperin mendorong penerapan teknologi mesin berstandar emisi Euro 5 dan Euro 6 untuk kendaraan ICE. Dari situ, transisi dapat berlanjut ke kendaraan hybrid, PHEV, hingga ke masa depan energi seperti hidrogen dan green ammonia. “Yang utama adalah kontribusi nyata dalam menurunkan emisi, dari langkah kecil hingga teknologi berkelanjutan,” tutupnya.(raf)

  • Wacana Pelonggaran TKDN, Peluang atau Tantangan bagi Industri?

    Wacana Pelonggaran TKDN, Peluang atau Tantangan bagi Industri?

    JATIMPEDIA, Jakarta  – Rencana pelonggaran kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto sebagai bagian dari strategi meningkatkan efisiensi dan daya saing industri manufaktur. Dikutip dari Accone, wacana tersebut menuai tanggapan dari berbagai pihak. Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azzam, menyambut baik inisiatif tersebut, namun menekankan bahwa “Indonesia tidak boleh hanya menjadi pasar, tapi juga harus menjadi basis produksi.” Ia juga menyoroti pentingnya keberlanjutan kebijakan TKDN untuk menjaga kekuatan ekosistem industri dalam negeri.

    Sebagai informasi, TKDN merupakan persentase nilai komponen lokal dalam suatu produk barang, jasa, atau gabungannya. Kebijakan ini mencerminkan sejauh mana industri memanfaatkan bahan baku lokal, proses produksi dalam negeri, serta tenaga kerja Indonesia.

    TKDN memiliki peran strategis dalam mendukung pertumbuhan industri nasional. Pertama, TKDN menjadi tolok ukur penggunaan sumber daya lokal. Kedua, kebijakan ini menjadi bagian penting dalam strategi pemerintah untuk memperkuat kemandirian ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Produk dengan nilai TKDN tinggi juga kerap mendapat preferensi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Industri pun dapat memperoleh sertifikasi TKDN melalui Kementerian Perindustrian.

    Dari sisi manfaat, TKDN mendorong pertumbuhan industri lokal, menciptakan lapangan kerja, mengurangi ketergantungan pada impor, dan mendorong peningkatan kualitas produk dalam negeri. Selain itu, kebijakan ini turut memperkuat peran industri kecil dan menengah (IKM) dalam rantai pasok nasional.

    Sektor otomotif menjadi contoh nyata dampak positif TKDN. Banyak pabrikan mobil telah memproduksi kendaraan di Indonesia dengan dukungan pemasok lokal. Hal ini menciptakan efek berganda bagi industri pendukung seperti logam, plastik, dan elektronik. TKDN juga menjadikan Indonesia lebih dari sekadar pasar, tapi juga sebagai basis produksi yang kompetitif di Asia Tenggara.

    Proses penghitungan TKDN dilakukan dengan metode evaluasi yang telah diatur oleh pemerintah, termasuk perhitungan biaya material, tenaga kerja, overhead pabrik, hingga jasa tenaga ahli. Perusahaan dapat mengajukan sertifikasi melalui Pusat Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), Kementerian Perindustrian.

    Tak hanya berdampak bagi industri, kebijakan ini juga melibatkan konsumen. Dengan memilih produk dalam negeri berkandungan lokal tinggi—misalnya mobil rakitan lokal—masyarakat turut mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.(raf)

  • Wacana Pelonggaran Aturan TKDN: Peluang atau Tantangan Baru untuk Industri Otomotif?

    Wacana Pelonggaran Aturan TKDN: Peluang atau Tantangan Baru untuk Industri Otomotif?

    JATIMEPDIA, Jakarta – Rencana Presiden RI untuk melonggarkan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam sektor manufaktur, termasuk otomotif, menuai perhatian publik. Dikutip dari Kumparan, Akademisi sekaligus pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Pasaribu, menilai langkah ini bisa membawa efek ganda—positif maupun negatif—bagi ekosistem industri otomotif nasional.

    Menurut Yannes, jika kebijakan TKDN dibuat lebih fleksibel, hal ini bisa menurunkan ongkos produksi, membuat harga mobil lebih terjangkau, dan mempercepat penetrasi teknologi baru ke pasar Indonesia. Selain itu, pelonggaran aturan juga dinilai dapat membuka peluang investasi asing, terutama di sektor kendaraan listrik murni (BEV), serta memperkuat posisi ekspor Indonesia di mata dunia.

    Namun, di sisi lain, Yannes mengingatkan adanya risiko besar terhadap pelaku industri lokal, khususnya sektor industri mikro, kecil, dan menengah (IMKM) yang selama ini menjadi penyuplai komponen otomotif seperti knalpot, bodi logam, hingga interior kendaraan. Jika tidak diatur dengan hati-hati, permintaan terhadap produk lokal bisa merosot dan berdampak pada penurunan pesanan, potensi PHK, serta stagnasi inovasi.

    Ia menekankan perlunya kerja sama antar kementerian dalam merancang regulasi pelonggaran TKDN agar tetap mendukung pelaku lokal tanpa menghambat kemajuan industri nasional. Ia juga memberi catatan penting: bila komponen dari luar masuk tanpa adanya kemitraan atau transfer teknologi dengan pihak lokal, maka ketergantungan terhadap impor akan makin besar dan mengancam keberlanjutan industri lokal.

    Wacana pelonggaran TKDN ini sebelumnya disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto saat acara Sarasehan Ekonomi. Ia mendorong agar aturan TKDN lebih realistis dan tidak memberatkan pelaku usaha. Presiden bahkan menyebut perlunya pendekatan baru, misalnya mengganti sistem TKDN dengan bentuk insentif yang lebih fleksibel.

    Saat ini, ketentuan TKDN diatur dalam Permenperin No. 29 Tahun 2017, di mana untuk sektor otomotif, kandungan lokal minimal 40% berlaku sejak 2022–2026. Target tersebut akan meningkat secara bertahap hingga mencapai 80% pada tahun 2030.(raf)


  • Industri Otomotif RI Belum Terpengaruh Tarif Baru AS, Namun Perlu Waspadai Efek Lanjutan

    Industri Otomotif RI Belum Terpengaruh Tarif Baru AS, Namun Perlu Waspadai Efek Lanjutan

    JATIMPEDIA, Jakarta — Kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, belum berdampak langsung pada industri otomotif nasional. Hal ini disampaikan Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Kukuh Kumara, yang menegaskan bahwa saat ini Indonesia tidak melakukan ekspor kendaraan secara langsung ke AS, dan impor dari AS pun hanya berupa kendaraan utuh (CBU). “Kita tak terdampak karena tak ada ekspor ke AS, dan impor produk otomotif dari AS dalam bentuk utuh,” ujarnya seperti dikutip dari Kumparan.

    Senada, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, mengatakan bahwa meski tidak terkena imbas langsung, Indonesia tetap perlu mencermati dampak lanjutan dari kebijakan tersebut, terutama dari sisi ekonomi makro. “Seperti pelemahan kurs rupiah dan pelemahan ekonomi karena sektor lain yang terdampak,” ujar Bob.

    Menurut Bob yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Ketenagakerjaan di APINDO, efek domino dari kebijakan ini bisa berpengaruh pada sektor komponen otomotif, terutama yang berkaitan dengan teknologi tinggi. Selain itu, kenaikan suku bunga dan penurunan daya beli masyarakat akibat tekanan ekonomi juga bisa menekan penjualan kendaraan dalam negeri. “Kita percayakan kepada pemerintah membuat kebijakan. Mudah-mudahan bisa diredam dan kita bisa ubah,” tambahnya.

    Sementara itu, Kukuh menjelaskan bahwa Indonesia saat ini belum mengekspor kendaraan langsung ke AS, namun peluang tetap terbuka ke depan. “Karena tarif tinggi ini kan yang membayar konsumen yang di sana. Kalau barangnya diminati dan butuh, mereka pasti akan impor,” tuturnya.

    Indonesia sendiri tercatat mengekspor kendaraan CBU ke sejumlah negara di Amerika Latin seperti Meksiko, Uruguay, Panama, dan Chile. Namun, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, mengingatkan pentingnya diversifikasi pasar ekspor dan perlunya strategi mitigasi dari pemerintah. “Tak hanya di AS, tetapi juga untuk pasar global lainnya, khususnya BRICS yang Indonesia sudah tergabung di dalamnya,” katanya.

    Kekhawatiran juga datang dari Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM). Sekretaris Jenderal GIAMM, Rachmat Basuki, menyebut bahwa kebijakan tarif AS terhadap China bisa menyebabkan banjirnya produk komponen murah dari China ke pasar Indonesia. “Produk-produk murah dari China, terutama untuk kebutuhan aftermarket, dikhawatirkan akan memperlemah daya saing produk lokal,” ujarnya.

    Untuk itu, GIAMM mendorong penguatan hambatan non-tarif seperti penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) guna menjaga keberlangsungan industri komponen nasional. Meski menghadapi tantangan, Rachmat menyatakan optimisme bahwa peluang pasar Amerika masih terbuka lebar. “Selama tarif yang dikenakan terhadap Tiongkok tak lebih rendah dari kita, produsen dalam negeri masih punya peluang untuk bersaing,” pungkasnya.(raf)