Pemkab Tulungagung Gelar Sosialisasi Penguatan Moderasi Beragama

Tulungagung, JP – Dalam rangka meningkatkan kerukunan antar umat, Pemkab Tulungagung menggelar sosialisasi penguatan moderasi beragama, di ruang Prajamukti, Rabu, (24/8).

Bupati Tulungagung, Maryoto Birowo mengatakan, sosialisasi penguatan moderasi beragama tersebut berlandaskan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, tentang pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadat.

“Sosialisasi ini untuk meningkatkan kerukunan antar umat beragama di Tulungagung,” katanya.

Pada acara sosialisasi ini, pihaknya juga mengundang Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Kabupaten Tulungagung, sekaligus Forkopimcam Tulungagung.
Hal tersebut untuk menyelaraskan pandangan yang utuh dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Repbulik Indonesia (NKRI).

Baca Juga  Pemkab Pasuruan Targetkan Retribusi TKA Sebesar Rp 1 Miliar

“Dan kami undang seluruh unsur Forkopimcam Tulungagung agar selaras dengan kepentingan keutuhan NKRI dan FKUB juga harus turun ke daerah-daerah,” imbuh Maryoto.

Maryoto berharap, dalam kehidupan sosial beragama seluruh umat harus bisa saling menghargai satu sama lain. “Harus menjadi satu agar tidak ada gesekan,” harapnya.

Disisi lain, Ketua FKUB Tulungagung, Efendi Abdullah Sunni menjelaskan, setiap pengurus atau kelompok beragama harus memahami aturan yang berlaku. Apabila, kelompok tersebut ingin mengembangkan pemahamannya di masyarakat.

“Jadi pengurus kelompok tersebut harus terbuka kepada masyarakat, membaur. Jangan ditutup-tutupi,” jelasnya.

Efendi mencontohkan, pendirian tempat ibadat. Menurutnya, pendirian tempat ibadat haruslah sesuai prosedur yang berlaku. Seperti pemenuhan persyaratan administratif minimal pengguna tempat ibadat tersebut setidaknya ada 90 orang.

Baca Juga  Forkopimda Tulungagung Distribusikan Bansos Sembako

“Persyaratan administratif harus dipenuhi, itu sebagai tolak ukur kebutuhan tempat ibadat tersebut dibutuhkan oleh masyrakat,” bebernya.

Selain itu, juga harus ada persetujuan lingkungan setidaknya 60 orang yang menyetujui pendirian tempat ibadat itu.
“Persetujuan lingkungan tidak mesti harus seagama. Tapi, harus disepakati dengan catatan tidak meresahkan masyarakat,” pungkasnya. (ar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *