Neraca Perdagangan Jatim Lesu, GPEI Tawarkan Vitamin
Angka tersebut cukup besar dalam tiga tahun terakhir. Di mana neraca perdagangan periode yang sama tahun 2020 mencapai USD0,39 miliar, sedangkan pada tahun 2021 di periode Januari-Juni mencapai USD1,81 miliar.
Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI) Jawa Timur menilai deficit yang cukup dalam ini bisa disiasati. Yakni dengan mendorong pasar non-tradisional atau dunia ketiga dan mengoptimalkan agroindustri.
“Sebetulnya yang bisa digarap adalah mengoptimalkan agroindustri, karena peluang pasarnya cukup bagus. Tinggal perhatian dari pemerintah untuk mengoptimalkan hulu perkebunan,” kata Ketua GPEI Jatim, Isdarmawan Asrikan, Selasa (26/7/2022).
Menurutnya, produk perkebunan seperti ketela dan porang bisa dijadikan bahan baku penolong yang masih impor. Langkah ini untuk memperbaiki neraca perdagangan yang terus minus.
“Meskipun tidak bisa mengganti secara utuh, minimal bisa menambal 10-20 persen dari kebutuhan impor bahan baku penolong. Bisa juga dioptimalkan untuk ekspor,” Isdarmawan menambahkan.
Berdasarkan catatan BPS Jatim, ekspor bulan Juni tercapai USD2,02 juta. Ekspor nonmigas menyumbang 93,95 persen atau senilai USD1,9 miliar. Produk pertanian berkontribusi 3,17 persen atau setara dengan USD64,19 juta. Sedangkan sektor industri tercatat USD1.827,66 juta ata mendominasi 90,30 persen.
Catatan itu, lanjut Isdarmawan, menggambarkan bahwa sektor agroindustri berpeluang ditingkatkan capaiannya, baik dari sisi nilai ataupun produksinya. Terlebih Jawa Timur merupakan salah satu lumbung pangan nasional.
“Sektor lain yang bisa ditingkatkan nilai maupun produksinya adalah sektor perikanan, tambang (smelter), furnitur, dan manufaktur,” pungkasnya.
Sejauh ini Amerika Serikat masih menjadi pasar terbesar ekspor Jawa Timur dengan kontribusi 17,68 persen. Selanjutnya Jepang (15,20 persen), China (13,01 persen), Malaysia (8,56 persen), dan Vietnam (3,77 persen). (arif)