Menkeu : Daya Beli Turun, Pilih Tinggal di Rumah Mertua
Jakarta, JP – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyoroti kondisi kebutuhan papan Indonesia yang penuh tantangan, khususnya daya beli rumah bagi generasi muda.
Bahkan, backlog perumahan saat ini tercatat sebesar 12,75 juta. Dia menyebutkan, bukan tidak mungkin bahwa generasi muda tidak bisa membeli rumah.
“Purchasing power mereka (generasi muda) dibandingkan harga rumahnya lebih rendah, sehingga mereka akhirnya end-up tinggal di rumah mertua, atau dia nyewa. Itu pun kalau mertuanya punya rumah juga, kalau ga punya rumah akibat daya beli turun, itu juga jadi masalah lebih lagi, menggulung per generasi,” ungkap Sri akhir pekan lalu.
Persoalan papan Indonesia ada dari supply dan demand side. Supply adalah yang memproduksi dan membangun rumah, demand itu adalah yang membutuhkan rumah.
“Pasar hanya bisa tercipta kalau dua sisi ini bertemu, tapi kalau ada constraint, mereka tidak ketemu, atau bertemu di level equilibrium yang tidak mencerminkan kebutuhan papan,” kata Sri.
Terlebih saat ini, kata dia, dari sisi supply juga ada masalah. Harga tanah selalu ever-increasing, terutama di perkotaan dan bahan-bahan baku perumahannya. Kontribusi sektor perumahan dan sharenya terhadap APBN cukup signifikan, apalagi ditambah dengan aspek penciptaan kesempatan kerja. Kondisi ini membuat daya beli rumah turun.
“Dia punya multiplier effect yang besar dan juga share-nya terhadap PDB di atas 13%. Namun, ini belum klop. Kita punya gap antara demand dengan purchasing power, itu namanya harap-harap cemas. If you can exercise your demand, it means you have purchasing power. Saya bermimpi punya rumah dan saya berencana punya rumah, keduanya berbeda. Mimpi ya mimpi, kalau berencana ya berarti sudah ada daya beli rumah untuk mengeksekusi rencana,” terang Sri.
Maka dari itu, menjembatani gap tersebut menjadi langkah penting bagi pemerintah. Dari sisi Kemenkeu, telah diberikan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menggunakan instrumen keuangan negara agar daya beli naik.
“Pertama, pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah, atau pembebasan PPN dan pengenaan PPN 1% final untuk rumah sederhana dan sangat sederhana. Itu adalah instrumen yang kita gunakan dalam situasi pandemi untuk melindungi dan memberikan stimulus bagi sektor perumahan agar tidak terpukul sangat dalam oleh dampak pandemi sekaligus menaikkan daya beli rumah bagi masyarakat,” kata Sri. (puji)